Tampilkan postingan dengan label katolik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label katolik. Tampilkan semua postingan

21 Maret 2016

Gereja yang Berempati

OLEH FRANS OBON

Awal Januari 2016, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng menggelar pertemuan pastoral yang melibatkan para pastor paroki, pemimpin lembaga dan pemimpin tarekat serta tokoh-tokoh awam untuk merumuskan bersama implementasi hasil Sinode III Keuskupan Ruteng yang telah berlangsung secara bertahap mulai 2013 hingga 2015. Dari berbagai proses dalam Sinode III Keuskupan Ruteng dan kira-kira setelah 100 tahun usia Gereja Katolik Manggarai, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng merumuskan identitas dirinya sebagai “Persekutuan umat Allah yang beriman Solid, Mandiri dan Solider.

05 November 2014

Reksa Pastoral Kaum Muda

Oleh Frans Obon
GEREJA  Katolik Keuskupan Ruteng melanjutkan sidang sinode yang dihadiri oleh berbagai kalangan dan utusan umat serta komisi-komisi keuskupan. Sinode III Sesi III ini melanjutkan dua sesi sebelumnya dengan masalah yang berbeda. Pada sesi III ini peserta akan membahas tema “Keluarga, Anak-Anak dan Kaum  Muda”. Menurut Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng Romo Martin Chen Pr, Keuskupan ingin mendapatkan potret masalah dominan dan refleksi teologis pastoral mengenai keluarga, anak-anak dan kaum muda. Diharapkan, pertemuan empat hari ini, “kembali melahirkan wajah humanisasi pastoral keluarga, kaum muda dan anak-anak”. Sasaran akhirnya tentu saja Sinode III Sesi III menghasilkan reksa pastoral keluarga, anak-anak dan kaum muda yang tepag guna, berdaya guna, dan menjawabi kebutuhan zaman (Flores Pos, 24 September 2014).

06 Mei 2014

Perketat Seleksi Kepala Sekolah


Oleh Frans Obon

Dunia pendidikan dasar di Manggarai dan Manggarai Timur  sedang  dirundung masalah amoral yang didalamnya melibatkan kepala sekolah dan guru. Sudah lama sebenarnya lembaga-lembaga pendidikan di berbagai tingkatan dirundung masalah yang sama di mana di dalamnya, ada oknum-oknum guru yang adalah pembina dan pendidik utama generasi masa depan terjatuh dalam masalah yang sama.
Para siswa di Kota Ruteng, Flores
Sekadar contoh, di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Wudi, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, kepala sekolah dilaporkan oleh para murid dan orang tua murid ke polisi atas tuduhan melakukan pencabulan dan kepala sekolah sudah ditahan pihak kepolisian. Kasusnya terjadi di sekolah dan lingkungan sekolah (Flores Pos, 19 Februari 2014). 
Beberapa tahun sebelumnya, kasus yang hampir sama terjadi di Kecamatan Cibal, dengan pelaku adalah guru.  Sang guru telah dihukum penjara oleh pengadilan.  Tahun lalu, seorang siswa yang sekarang duduk di bangku sekolah menengah pertama di Manggarai Timur melaporkan seorang guru, yang menjabat kepala sekolah ke polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Masih tahun lalu juga, seorang guru di Manggarai Timur dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencabulan. Kasusnya sudah ditangani kepolisian.

04 Mei 2014

Politik sebagai Panggilan

Oleh FRANS OBON
 Bagi Gereja Katolik, telah menjadi proposisi dan prinsip dasar bahwa keterlibatan umat Katolik dalam kehidupan politik adalah sebuah panggilan keniscayaan dari keimanan mereka. Orang-orang Katolik dipanggil agar mengambil bagian aktif di dalam politik untuk menentukan  mengarahkan dan membarui kehidupan bersama sebagai bangsa dan negara ke arah kebaikan bersama. Dengan demikian keterlibatan di dalam politik tersebut dipandang sebagai panggilan, yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. 
Oleh karena itu pula Pemilu sebagai jalan demokrasi untuk penyelenggaraan kehidupan bersama  perlu  dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan lembaga-lembaga demokrasi hasil Pemilu tersebut diisi oleh orang-orang yang dinilai jujur, bersih, adil, mumpuni, dan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

02 Mei 2014

Menangkap Tanda-Tanda Zaman


Oleh FRANS OBON

Sejak Konsili Vatikan II, kata-kata menangkap tanda-tanda zaman seringkali digunakan untuk mengungkapkan keterbukaan Gereja Katolik terhadap perkembangan dan kemajuan zaman. Konsili Vatikan II pada hakikatnya adalah pembaruan yang terus menerus dari Gereja agar warta keselamatannya bisa ditangkap oleh manusia, pria dan wanita, pada zaman  ini. Gereja yang selalu membarui diri (ecclesia semper reformanda) adalah Gereja yang berusaha mencari cara-cara dan sarana-sarana yang cocok untuk mewartakan keselamatan kepada manusia zama ini.
Sinode III Keuskupan Ruteng yang tengah berlangsung sepekan ini di Ruteng dan dihadiri utusan-utusan dari paroki-paroki di seluruh Manggarai raya adalah untuk membahas reksa pastoral yang tepat dan cocok bagi umat Katolik Manggarai saat ini. Sasaran dan tujuannya adalah agar orang-orang  Katolik Manggarai memiliki kualitas iman yang kokoh, kuat dan berdimensi sosial. Sinode itu sendiri bermaksud agar reksa pastoral yang dihasilkan oleh Gereja Katolik Manggarai sungguh-sungguh menangkap keluh kesah umat Katolik, memberikan harapan akan masa depan yang baik dan mengantar orang kepada keselamatan utuh menyeluruh.

29 April 2014

Pastoral Tata Dunia

Oleh FRANS OBON
Hampir menjadi keluhan umum di setiap keuskupan di Nusa Tenggara bahwa pastoral tata dunia kita terutama dalam urusan sosial politik masih suam-suam kuku. Kehadiran politisi-politisi Katolik yang mengemban tugas pastoral tata dunia di pemerintahan, di lembaga legislatif, dan lembaga negara lainnya masih belum mengimplementasikan moto 100 persen Katolik dan 100 persen warga negara Indonesia.
Tidak terkecuali dalam konteks kehidupan Gereja Katolik Manggarai (Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur), kita pun mengadapi masalah serupa. Survei yang dilakukan oleh tim Keuskupan Ruteng menunjukkan hal itu. Tingkat kepuasan umat Katolik Manggarai terhadap bidang reksa pastoral lingkungan hidup, sosio-politik, dan ekonomi hanyalah 31,1 persen, sementara tingkat kepuasan umat terhadap pelayanan sakramental sangat tinggi (Flores Pos, 17 Januari 2014).
Hal ini tentu saja mencerminkan bahwa ibadah liturgis kita yang meriah masih belum mampu mendorong keterlibatan aktif umat Katolik untuk membarui ruang publik masyarakat Manggarai. Padahal seharusnya liturgi kita mesti terkait erat dengan keterlibatan kita yang aktif dalam mengubah tata kehidupan sosial kita. Kata-kata yang diucapkan setelah perayaan ekaristi, “Pergilah, kamu diutus” adalah kata-kata penugasan untuk mewujudnyatakan iman dalam perbuatan.

Sinode Tolak Tambang


Oleh FRANS OBON

Salah satu keputusan penting Sinode Keuskupan Ruteng pada tahun 2014 adalah menolak pertambangan di Manggarai karena dinilai merusak keutuhan ciptaan.  Dalam konferensi pers, Jumat (17/1/2014) Romo Dr Marthin Chen mengatakan, dari berbagai diskusi selama sinode, diputuskan bahwa semua aktivitas yang merusak lingkungan baik oleh masyarakat maupun oleh pertambangan ditolak. Semua pihak diminta ikut menjaga keutuhan ciptaan , termasuk pemerintah yang berwenang mengeluarkan izin pertambangan agar ikut serta menjaga keutuhan ciptaan (Flores Pos, 20 Januari 2014).
Uskup Ruteng Mgr Hubert Leteng pada awal sinode menegaskan pentingnya umat Katolik Manggarai menjaga keutuhan ciptaan dan menolak pembangunan yang merusak lingkungan hidup dengan dalih meningkatkan pendapatan asli daerah. Menurut Uskup, tidaklah benar kesejahteraan rakyat diwujudkan dengan merusak lingkungan dan hutan. Gereja Katolik Manggarai berkomitmen untuk membangun kesadaran umat bahwa sumber daya alam itu terbatas. Gereja punya hak dan tanggung jawab untuk membangun kesadaran umat mengenai keterbatasan sumber daya alam dan kesadaran untuk menghormati keutuhan ciptaan.

28 April 2014

Jangan Jadi Penonton

Oleh FRANS OBON

Selama empat pekan ke depan, umat Katolik memasuki masa Adventus, masa perenungan dan persiapan lahir dan batin untuk menyambut Natal. Adventus adalah sebuah kesempatan untuk berefleksi, untuk melihat kembali ke dalam diri dalam konteks relasi vertikal dengan Tuhan dan relasi horisontal dengan sesama manusia dan tata ciptaan  lainnya.
Dalam konteks itu, Surat Gembala masa Adventus Uskup Agung Ende Mgr Vincent Sensi Potokota pada tahun 2013 ini mengajak umat Katolik, termasuk di dalamnya semua orang yang berkehendak baik, untuk melihat kembali tata kehidupan sosial kita.  Surat Gembala itu mengajak umat Katolik untuk berpartisipasi aktif di dalam kehidupan bersama sebagai bangsa dan negara. 

Umat Katolik diajak untuk terlibat secara penuh di dalam pergulatan kemanusiaan untuk menciptakan tata kehidupan sosial yang tertib dan sejahtera lahir dan batin. Tuntutan ini yang sifatnya imperatif adalah bagian dari  tanggung jawab umat Katolik untuk memberikan kontribusi bagi kehidupan bersama dalam segala segi. Dengan demikian, tuntutan untuk berpartisipasi aktif itu merupakan  prasyarat dasar bagi orang Katolik agar sungguh-sungguh menjadi 100 persen Katolik dan 100 persen warga negara Indonesia.
Di dalam percaturan bersama itu, partisipasi aktif kita haruslah berpedoman pada prinsip-prinsip dasar. Uskup memberikan beberapa kriteria dasar: menghormati harkat dan martabat kemanusiaan, tidak melanggar dan mengabaikan hak-hak asasi, dilakukan dalam semangat persaudaraan lintas batas, tidak boleh mengorbankan orang lain terutama masyarakat kecil yang miskin, lemah dan tak berdaya, taat asas dan taat hukum.

Solider dengan Perantau


Oleh Frans Obon

Gereja Katolik Manggarai telah mengambil langkah penting  dengan memberi perhatian pada masalah para pekerja migran dan masalah migrasi penduduk dari dan keluar Flores. Fokus utama dari keprihatinan pastoral ini, sebagaimana diputuskan dalam Sinode Keuskupan Ruteng 2014, adalah membangun sikap solider dengan para pekerja migran. Sikap ini lahir, selain dari pemahaman mengenai hakikat Gereja Katolik yang memandang dirinya sedang berziarah, tetapi juga lahir karena adanya kompleksitas masalah sebagai dampak dari migrasi tenaga kerja ke luar Flores.
Sinode menyebutkan bahwa banyak pria dan wanita dari Manggarai keluar dari Flores untuk mencari pekerjaan. Keluarga, suami, istri dan anak-anak ditinggalkan. Peserta Sinode sepakat dan berkomitmen menangani masalah ini bersama pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Gereja membangun sikap solider dengan pekerja migran  dan menolong keluarga yang ditinggalkan (Flores Pos, 25 Januari 2014).
Masalah perantau yang sekarang disebut dengan para migran di Flores dan Lembata sudah lama terjadi, bahkan pada tahun 1970-an telah menjadi masalah serius. Ada banyak ekses yang terjadi, terutama terkait dengan kehidupan keluarga,  sel terkecil dari Gereja itu sendiri. Pada awalnya hanya prialah yang merantau, terutama kaum muda, tetapi lama kelamaan para pria yang telah berkeluarga juga merantau ke luar Flores, dengan tujuan utama adalah Malaysia. Ekonomi adalah alasan dan motivasi utama dari perantauan ini. Kondisi Flores dan Lembata yang miskin telah menyebabkan banyak kaum muda meninggalkan desa-desa dan merantau ke tanah orang.