Tampilkan postingan dengan label birokrasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label birokrasi. Tampilkan semua postingan

04 November 2014

Revolusi Paradigmatik


Oleh Frans Obon
USKUP Ruteng Mgr Hubert Leteng merasa prihatin dengan masalah pertambangan di Manggarai raya karena telah menimbulkan konflik di kalangan masyarakat. Dalam masalah tambang itu pula, masyarakat petani khususnya dalam kasus Tambang di Tumbak di wilayah bagian utara Kabupaten  Manggarai Timur terpaksa berhadapan dengan aparat kepolisian. Oleh karena itu Uskup Hubert mendesak pemerintah memikirkan secara cermat kebijakan pertambangan. Bahkan Uskup mendesak para bupati mencabut semua izin usaha pertambangan (IUP) (Flores Pos, 20 September 2014).

31 Oktober 2014

Solidaritas Sosial

Oleh Frans Obon
 TAMPAKNYA  masih sangat relevan jika kita berbicara mengenai tema solidaritas sosial dalam pekan-pekan terakhir ini pada saat masyarakat Manggarai Timur berhadapan dengan masalah tambang. Kita menyebut masalah tambang di Tumbak khususnya dan di Manggarai Timur umumnya lantaran karena masalah tambang di wilayah itu cukup panas dan santer belakangan ini serta mendapatkan perhatian publik termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia.
Dalam sepuluh tahun terakhir memang masyarakat Flores dan Lembata bergulat dengan masalah tambang. Oleh karena itu masalah tambang bukanlah spesifik masalah Manggarai Timur. Kendati persoalan tambang sudah lama mendera masyarakat kita, tapi seringkali kita memang tidak pernah memberikan perhatian lebih serius untuk menyikapi dan menanggapi gejolak di kalangan para petani kita di pedesaan terkait masalah tambang ini. Oleh karena itu tidaklah heran kita akan terus mengulangi masalah yang sama dan terantuk pada persoalan yang sama dan jatuh dalam keteledoran yang sama. 

13 Mei 2014

Tenaga Harian Lepas

Oleh Frans Obon 

Meski masalah tanaga harian lepas itu ditemukan pada hampir semua kabupaten lama dan kabupaten baru, kita mengambil Kabupaten Nagekeo sebagai salah satu contoh karena kebetulan dalam rapat, 21 Januari 2014, pemerintah Kabupaten Nagekeo membahas soal tenaga harian lepas ini. Bupati dan Wakil Bupati serta pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) membicarakan masalah ini. Ada banyak usulan praktis setelah Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Nagekeo memaparkan jumlah tenaga harian lepas dalam enam tahun terakhir. Pada awal tahun 2014 ini Bupati Elias Djo mau membarui kontrak tenaga harian lepas melalui Surat Keputusan Bupati (Flores Pos, 28 Januari 2014).

12 Mei 2014

Pakta Integritas

Oleh Frans Obon

Bupati Sikka Yoseph Ansar Rera mendapat kesempatan kedua untuk memimpin Kabupaten Sikka, sebuah kabupaten yang seringkali mencitrakan dirinya sebagai barometer demokrasi di Nusa Tenggara Timur ( NTT) kendati klaim ini masih debatable (dapat diperdebatkan). Namun sebagaimana kabupaten lainnya di NTT, fakta menunjukkan bahwa kemajuan demokrasi itu tidak berjalan kompatibel dengan kemajuan ekonomi. Kabupaten Sikka masih harus berjuang melawan kemiskinan ekonomi dan belakangan masih harus berjuang pula  mengurangi kasus-kasus korupsi.

Bupati Yoseph Ansar Rera pernah menjabat Wakil Bupati Sikka mendampingi Bupati Alex Longginus (2004-2009). Kemudian keduanya berpisah. Lalu, pada Pemilukada 2013, keduanya bertarung hingga putaran kedua. Bupati Ansar Rera bersama Wakil Bupati Paulus Nong Susar memenangkan pertarungan ini dengan meraih 74.988 suara dari total suara sah 145.414 dan Alex Longginus dan Fransiskus Diogo Idong meraih 67.839 suara atau selisih 7.149 suara.

04 Mei 2014

Disiplin Birokrasi

Oleh FRANS OBON

 Pemerintah daerah di Flores dan Lembata mencoba melakukan upaya reformasi birokrasi dengan titik star menegakkan disiplin para pegawai negeri sipil. Penegakan disiplin itu pada umumnya dilakukan bulan-bulan pertama pemerintahan baru hasil Pemilukada. Namun, penegakan disiplin pegawai pada akhirnya tidak berhasil dan para pegawai kembali ke kebiasaan lama. Dari satu  periode ke periode lainnya, penegakan disiplin birokrasi selalu menjadi wacana dan pelaksanaannya selalu temporal.
Kita menyebutkan beberapa contoh usaha pemerintah daerah di Flores dan Lembata untuk menegakkan disiplin di kalangan birokrasi. Pada tahun 2012, Bupati Ngada memberikan sanksi kepada para pegawai negeri sipil yang tidak disiplin masuk kantor. Sanksi yang diberikan tidak saja berupa teguran dan peringatan, tetapi para pegawai yang tidak berdisiplin disuruh berjalan kaki di Kota Bajawa (Bentara Flores Pos, 21 April 2012).

16 Juni 2011

Gurita Proyek Pemerintah

DPRD Manggarai Timur mengeluh bahwa lebih dari 100 proyek fisik di kabupaten baru tersebut mendapat catatan merah dari Dewan. Pengawasan pemerintah dinilai lemah.



Oleh FRANS OBON

Lebih dari 100 proyek fisik tahun 2010 dari pemerintah Manggarai Timur mendapat catatan merah dari kalangan DPRD. Proyek dengan catatan merah ini hampir ditemukan pada setiap Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD).

Menurut Leo Santosa, Wakil Ketua DPRD Manggarai Timur, salah satu poin dari rapor merah itu adalah mutu proyek yang rendah. Salah satu penyebab adalah lemahnya pengawasan di lapangan dan lemahnya pengawasan dari dinas bersangkutan (Flores Pos, edisi 10 Juni 2011).

18 April 2010

Reformasi Birokrasi Setengah Hati

Reformasi telah berlangsung sepuluh tahun. Cita-cita memperkuat demokrasi di akar rumput kandas. Birokrasi di tingkat lokal tidak punya kerangka acuan yang jelas mengenai konsep reformasi birokrasi. Akuntabilitas dan transparansi kabur air.

Oleh FRANS OBON


Belakangan ini kita saksikan melalui media cetak dan elektronik banyak mantan pejabat dan pejabat pemerintahan di tingkat lokal tersandung kasus hukum terutama terkait dengan dugaan korupsi. Tindakan pidana korupsi itu bukan saja soal mereka terlibat menilep uang negara, tetapi juga disebabkan penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan orang lain.

01 Juli 2009

Pejabat Siap Dikritik

Oleh Frans Obon

HAMPIR 30 tahun di bawah Orde Baru, pemerintah kita menghidupi sebuah budaya antikritik. Kritikan tidak dianggap sebagai sesuatu yang wajar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi sebaliknya dianggap sebagai fitnah. Sehingga banyak pengkritik utama dalam sejarah Orde Baru dibatasi hak-hak politiknya, dicekal, dan dituduh anti-Pancasila bahkan didakwa dengan pasal pencemaran nama baik. Sisa dari budaya itu masih terlihat di dalam wacana politik Indonesia. Kita mengadopsi cara-cara kampanye Amerika, tetapi kita mentabukan kritik dan mencapnya sebagai fitnahan.

24 November 2008

Korupsi di Birokrasi

Oleh FRANS OBON
 Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kabupaten Ngada, begitu juga Bawasda Nusa Tenggara Timur, dan Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya tindakan merugikan keuangan negara. Besarnya Rp5 miliar lebih. Akhir Oktober lalu, baru Rp2 miliar dana tersebut dikembalikan ke kas negara. Sisanya Rp3 miliar belum dikembalikan –bahasa birokrasinya belum ditindaklanjuti.Kepala Bawasda Ngada L A Lowa meminta satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan para kontraktor yang mengerjakan proyek pemerintah segera menyelasaikannya. Selain birokrasi pemerintah, ada 124 kontraktor yang belum melunasi tunggakan mereka berupa pajak (PPn dan PPh), yang timbul dari denda keterlambatan pengerjaan proyek

13 November 2007

Tugas Birokrasi Wujudkan Impian Pemekaran

Oleh FRANS OBON

Beberapa posisi penting di lingkup Pemerintahan Kabupaten Nagekeo telah diisi dengan dilantiknya beberapa pejabat eselon II dan III meski di tengah mencuatnya masalah tanah, terutama kasus pemagaran Kantor Bupati Nagekeo. Paling tidak pelantikan ini menandakan dimulainya derap pembangunan di kabupaten baru itu.

Yang menarik adalah peringatan Bupati Ngada Piet Jos Nuwa Wea. Selain menegaskan posisinya bahwa penunjukan pejabat yang dilantik saat itu lepas dari intervensinya dan berbagai perhitungan kepentingan, tetapi juga dia mengingatkan bahwa di pundak pejabat yang dilantik itulah, tujuan pemekaran kabupaten akan tercapai atau tidak. Ini tentu tidak dimaksukan bahwa kesuksesan sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka dalam masa jabatan yang singkat itu. Tetapi, oleh jabatan yang mereka emban tanggung jawab mereka untuk tercapainya tujuan pemekeran jauh lebih besar.
Selama ini memang ada kesan bahwa pemekaran tidak pertama-tama untuk menyejahterakan rakyat, memperpendek pelayanan atau mengubah model pelayanan pemerintah, melainkan menjadi ajang di kalangan para pejabat birokrasi pemerintahan untuk membagi-bagi jatah jabatan. Karena jabatan yang diemban membawa serta berbagai kemudahan dan akumulasi uang baik dari fee proyek maupun dari perjalanan dinas yang dilakukan. Dengan kata lain, memperpendek pelayanan dan menggenjot pembangunan menjadi lebih berkembang, hanyalah jargon.
Mobilisasi dukungan pembentukan, begitu kritik-kritik dilontarkan, dilakukan pegawai negeri sipil akan dijadikan modal klaim mereka kemudian untuk mendapatkan jatah kekuasaan. Karena mereka akan mengklaim diri paling berjasa dalam usaha pemekaran itu. Jadi, pemekaran bukan pertama-tama bagi kepentingan rakyat, melainkan kepentingan birokrasi pemerintahan. Karena itu pula birokrasilah yang paling ngotot dengan pemekaran.
Peringatan Bupati Piet Jos Nuwa Wea menjadi penting lantaran peran birokrasi pemerintahan amat menentukan. Dalam konteks daerah pemekaran baru, terpenuhi atau tidaknya tujuan pemekaran itu, sebagian besar terletak pada birokrasi. Karena apa? Merekalah yang mengambil keputusan mengenai prioritas program. Di tagan mereka apakah dana miliaran rupiah yang dikucurkan pemerintah pusat akan efektif digunakan atau malah ubazir, apakah dana-dana itu lebih banyak digunakan untuk kepentingan diri atau kemaslahatan umum? Semuanya di tangan birokrasi pemerintah. Partisipasi masayrakat juga bergantung pada manajemen birokrasi.
Dengan ini hendak pula kita katakan, justru karena peranan penting birokrasi itulah, sudah sering masyarakat meminta agar penempatan seseorang untuk menduduki jabatan tertentu bukan didasarkan pada kongsi politik semata atau karena relasi keluarga, melainkan atas dasar kompetensi. Kualitas keputusanlah yang menentukan. Semua itu ikut menentukan sukses dan tidaknya pemekaran daerah.

Flores Pos / Bentara / Pemekaran / 3 November 2007 |

24 September 2007

KKN dalam CPNSD

Oleh: FRANS OBON

Pengumuman formasi calon pegawai negeri sipil daerah (CPNSD) Kabupaten Lembata diperkirakan atau diduga terjadi masalah. Disebutkan hampir 100 orang lebih terbilang bermasalah yakni tiba-tiba saja nama mereka tercantum di dalam pengumuman formasi. Bahkan ada yang masih kuliah di Kupang, masuk dalam daftar yang namanya lulus. Bupati Andreas Duli Manuk cepat-cepat menggelar konferensi pers bahwa kesalahan bukan terletak di Lembata, tetapi nama-nama itu dikirim dari BKN.

Kalangan DPRD mengkritik bahwa formasi CPNSD penuh dengan kolusi dan nepotisme. Dewan mendesak bupati menindak tegas pejabat terkait yang terlibat dalam manipulasi ini. Bentuk tindakan tegasnya belum dapat diketahui karena tergantung pada bupati. Karena pintu SK kontrak dan data base ke lembaga terkait yang lebih tinggi juga melalui pintu bupati. Maka persoalannya adalah apakah sungguh bupati berani memberantas KKN dalam pengangkatan pegawai kontrak.

Karena apa? Hampir terdapat di setiap kabupaten, tenaga kontrak yang ditetapkan melalui SK Bupati memiliki koneksi baik dengan pihak penguasa terutama dari segi keluarga (nepotisme). Hal ini bisa dimengerti dan diterima karena rekrutmen tenaga kontrak tidak pernah dilakukan secara transparan. Kesempatan pengangkatan tenaga kontrak dipakai seluas-luasnya oleh pejabat di berbagai instansi untuk mempekerjakan orang-orang yang memiliki koneksi pribadi dan keluarga dengan dirinya.

Dengan ini mau dikatakan bahwa tenaga kontrak yang diangkat menjadi pegawai negeri dapat dijadikan bahan kajian menarik untuk melihat koneksi pengangkatan mereka menjadi pegawai daerah atau pegawai kontrak.

Suburnya budaya balas jasa dan utang budi di dalam masyarakat sungguh cocok dengan kebijakan pemerintahan SBY-Kalla yang memprioritaskan pengangkatan tenaga kontrak menjadi pegawai negeri sipil. Kebijakan ini ibarat durian runtuh bagi pejabat-pejabat daerah untuk memasukkan sebanyak mungkin orang-orang baik dari kerabat dekatnya, anaknya, dan sanak familinya untuk memperebutkan peluang menjadi pegawai negeri melalui tenaga kontrak.

Menguatnya kultur balas budi (politik dan ekonomi serta koneksi kekerabatan) ibarat ruas dan buku dengan kebijakan presiden yang memprioritaskan pengangkatan tenaga kontrak menjadi pegawai negeri sipil. Karena itu usaha reformasi birokrasi yang lebih efisien dan efektif, menjadi slogan kosong. Karena rekrutmen pegawai kontrak ini tidak didasarkan pada kompetisi yang sehat, melainkan berdasarkan koneksi tertentu.

Amat sulit di dalam kultur yang mementingkan balas budi untuk menepikan nepotisme dan kolusi dalam pengangkatan pegawai negeri. Padahal kedudukan dan peran pegawai negeri sangat kuat dan penting dalam konteks Indonesia.

Dalam kasus Lembata, kita hanya menunggu keberanian bupati untuk membersihkan birokrasinya dari unsur-unsur KKN ini.

*Flores Pos/Bentara/CPNSD/18-09-2007/