12 April 2010

Politik yang Mengabdi

Oleh FRANS OBON |


BARU SAJA umat kristiani merayakan pesta Paskah. Pesta kemenangan atas kematian. Kemeriahannya terasa di seluruh pelosok. Banyak ragam kegiatan menyambut pesta Paskah ini. Sebagai pesta iman tentu saja banyak refleksi teologis praktis yang dibuat oleh umat. Termasuk membuat komitmen untuk melakukan perubahan-perubahan dan pembaruan-pembaruan diri. Pembaruan diri itu diasumsikan menjadi sumber bagi pembaruan masyarakat.

Jika refleksi teologis praktis Perayaan Tri Hari Suci dikaitkan dengan politik Pilkada yang akan dilaksanakan dua bulan ke depan di empat kabupaten di Flores plus bagi pengabdian politik di lima kabupaten yang tidak menggelar Pilkada, kita dapat memetik hikmahnya.


Pertama, kekalahan budaya kematian di hadapan budaya kehidupan. Hal pertama dan utama yang kita petik dari perayaan Paskah adalah takluknya budaya kematian di bawah budaya kehidupan. Kebangkitan Kristus dari kematian memberikan kita gambaran utuh dan terang benderang bahwa budaya kehidupan telah mengalahkan budaya kematian. Konsekuensi dari pemahaman semacam ini tidak lain adalah seluruh kebijakan politik pembangunan yang dilaksanakan entah oleh badan pemerintah ataupun badan swasta tidak boleh mengorbankan kehidupan massa rakyat kebanyakan. Kebijakan pembangunan yang tidak memihak rakyat adalah sama dengan memelihara budaya kematian. Karena akan ada sebagian besar massa rakyat menderita akibat pola kebijakan yang menentang pemeliharaan harkat dan martabat manusia. Umat beriman baik secara individual maupun bersama-sama berjuang untuk melawan budaya kematian dan memelihara dan memajukan budaya kehidupan.

Kedua, melakukan transformasi radikal. Peristiwa pembasuhan kaki para murid oleh Yesus harus dilihat sebagai sebuah tindakan radikal yang membalikkan seluruh asumsi dan keyakinan khalayak umum mengenai tipe kepemimpinan. Yesus mengubah secara radikal melalui tindakan simbolis pembasuhan kaki bahwa seorang pemimpin pada hakikatnya adalah seorang pelayan. Politik yang dijalankannya adalah politik pengabdian. Sehingga seorang pemimpin yang dipilih haruslah pemimpin yang berorientasi mengabdi pada kepentingan masyarakat.

Dengan demikian politik yang perlu dibangun di Flores ke depan adalah politik yang mengabdi pada kepentingan dan kesehateraan umum (bonum commune). Jika politik diabdikan bagi kepentingan bersama, maka politik pertama-tama dilihat sebagai panggilan bagi orang kristen. Politik dilihat sebagai panggilan kemuridan untuk mendedikasikan kemampuan seorang pemimpin untuk kepentingan rakyat.

Kita selalu mendambakan pemimpin yang mengembangkan politik menjadi sebuah pengadian tanpa pamrih dan tanpa henti bagi kepentingan banyak orang. Peristiwa Paskah dengan demikian diharapkan menjadi peristiwa transformatif untuk mengubah orientasi hidup, membangun komitmen untuk bertanggung jawab terhadap kebaikan umum.

Dalam konteks Pilkada di Flores, kita didorong dan dimotivasi untuk melakukan aktivitas politik Pilkada sebagai panggilan untuk mengabdi. Untuk hal ini diperlukan transformasi radikal untuk mengubah seluruh orientasi politik kita dan mengarahkannya kepada kebaikan umum.


Flores Pos | Bentara | Politik
6 April 2010

Tidak ada komentar: