05 Oktober 2007

Jangan Korbankan Rakyat Lembata

Oleh: FRANS OBON

Ada babak baru dalam masalah tambang di Kabupaten Lembata. Di tengah pro dan kontra tambang, pemerintah Kabupaten Lembata menerima penyerahan tanah dari beberapa orang warga yang mengaku diri punya hak atas tanah tersebut. Namun dari empat suku di wilayah pertambangan, masyarakat menolak dan menyebut penyerahan itu sebagai sesuatu yang ilegal.

Kita memandang titik ini dari keseluruhan pro dan kontra persoalan tambang di Kabupaten Lembata amat krusial dan mungkin juga rawan menimbulkan konflik. Ada dua sudut pandang, yang membuat kita mengambil kesimpulan ini, sekaligus kesimpulan kita harus ditempatkan dalam konteks mengingatkan pemerintah Kabupaten Lembata akan bahaya yang bisa ditimbulkan dari pro dan kontra soal tambang di kalangan masyarakat pada titik pro dan kontra penyerahan hak ulayat.

Pertama, demonstrasi masyarakat menolak tambang di Kabupaten Lembata adalah persoalan antara masyarakat dan pemerintah (yang disokong DPRD Lembata). Ini artinya konflik yang terjadi adalah konflik vertikal antara masyarakat dan pemerintah. Konflik demikian tidak mengkhawatirkan kita karena masyarakat memiliki saluran untuk menyampaikan aspirasi mereka melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat.

Kedua, namun dengan penyerahan tanah oleh sekelompok orang yang mengklaim dirinya berhak, maka konflik menjadi bercabang yakni tidak saja dengan pemerintah melainkan horisontal antarmasyarakat. Masalahnya sekarang tidak lagi sekadar polarisasi pendapat dan sikap soal tambang yang risikonya masih terbilang kecil. Tetapi ketika polarisasi itu sampai pada tingkat penyerahan tanah, maka masalah selanjutnya adalah saling klaim atas hak ulayat di masyarakat. Ini berarti konflik bergeser ke level horisontal.

Kita khawatir dengan situasi ini. Karena dari alasan yang diberikan masyarakat yang menolak tambang, tampak sekali kekhawatiran mereka soal kehilangan tanah dan ladang serta jati diri mereka sebagai sebuah masyarakat adat. Tanah bagi masyarakat adalah soal hidup dan mati. Karena itu masalahnya menjadi sangat sensitif di sini.

Kita sekadar mengingatkan bahwa konflik pertanahan sudah sering menyulut pertikaian berdarah. Kita mengingatkan pemerintah Kabupaten Lembata agar bertindak arif di sini. Masyarakat kita yang rapuh ibarat bejana tanah liat akan mudah pecah ketika mereka berhadapan dengan soal hidup dan mati. Itulah sebabnya ketika masalah bergeser begini, kita mengingatkan pemerintah Kabupaten Lembata agar berpikir ulang dan berpikir keras agar tidak mengorbankan rakyat Lembata. Apa artinya cita-cita tambang menyejahterahkan rakyat, ujung akhirnya menyulut konflik horisontal.

*Flores Pos / Bentara / 6 Oktober 2007

Tidak ada komentar: