05 Oktober 2007

Babak Baru Tambang Lembata

Oleh: FRANS OBON

Selama ini terjadi pro dan kontra mengenai usaha pertambangan emas dan tembaga di Lembata. Masyarakat lokal yang daerahnya akan dijadikan kawasan pertambangan menolak wilayah mereka dijadikan daerah pertambangan yang diusahakan Merukh Enterprise bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Lembata.

Berbagai demonstrasi digelar baik di Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata maupun di Jakarta. Intinya masyarakat menolak pertambangan. “Sejengkal pun kami tidak akan menyerahkan tanah untuk pertambangan,” kata masyarakat.

Masyarakat lokal sudah menggelar upacara adat, memotong ayam sebagai sumpah bahwa mereka tidak akan menyerahkan tanah mereka untuk dijadikan kawasan pertambangan. Meski dijanjikan berbagai fasilitas dan kemudahan oleh Merukh Enterprises seperti rumah, fasilitas kesehatan dan sekolah, masyarakat lokal tetap menolak.

Serahkan Tanah
Ada perkembangan baru. Sekelompok orang yang mengaku pemangku hak ulayat menyerahkan twilayah yang mau dijadikan areal tambang kepada pemerintah. Selasa 2 Oktober 2007, Abdulah Demon menyerahkan tanah kepada Bupati Lembata, Andreas Duli Manuk.

Acara serah terima itu berlangsung di ruang rapat Bupati Lembata. Hadir menyaksikan Wakil Bupati (Wabup) Lembata, Andreas Nula Liliweri, Sekretaris Daerah (Sekda) Lembata, Aloysius da Silva, Asisten I, Stanislaus Nunang, Asisten II, Lukas Witak Lipataman, para Kepala Bagian (Kabag) di Lingkup Setda Lembata, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lembata, Alex Seru Lazar. Masyarakat didampingi Camat Buyasuri, Mochtar Sarabiti.

Tanggapan Bupati
Bupati Manuk berterima kasi. Ia bilang, rencana tambang mendapat komentar di sana-sini. Selain masyarakat, juga terakhir masuk juga orang yang punya pengetahuan. Banyak orang yang dengar tentang program tambang, tapi, menurut Bupati, tidak mendalami dan tidak menjiwai.

Serah terima itu akan diinformasikan kepada investor agar bisa mulai lakukan kegiatan di tanah yang sudah diserahterimakan. “Makin cepat realisasi hal-hal yang sudah jelas, lebih baik. Bisa kurangi konflik.”

Abdulah Demon mengatakan penyerahan itu berdasarkan kerelaan dan kepedulian terhadap pembangunan di Lembata. “Tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.”
Luas ulayat Walupang bergerak antara pebatasan Desa Bean, Benihading II dan perbatasan Desa Mampir.

Kelompok masyarakat lainnya menilai penyerahan ini ilegal. Antonius S. Liliwana di kediamannya di Lewoleba, Kamis (4/10) mengatakan ini penyerahan ilegal. Anton Liliwana adalah anak sulung Oktavianus Oro Leu, penjaga rumah adat di Walupang. Di Walupang, kata dia, ada lima suku yakni Suku Liliwana, Liliweri, Doluhalang, Belukobi dan Bareng Weheq. Tiap suku punya tugasSuku Liliwana sebagai sulung menjaga Lewo (jaga kampung), Liliweri jaga duli menjaga tanah di luar kampung (kebun). Doluhalang bertugas sebagai molan (dukun) yang membuat seremonial adat. Belukobi dan suku Bareng Weheq menjaga keamanan (tentara).

Suku Liliweri
Dia mengatakan, Hasan Abu dan Dullah Demong masuk dalam suku Liliweri. Dalam masalah tambang empat suku yakni suku Liliwana, Doluhalang, Belukobi dan Bareng Weheq menolak tambang dan tidak menyerahkan sedikitpun tanah untuk kepentingan tambang.

Sementara itu di suku Liliweri hanya Abdullah Demong dan Hasan Abu termasuk Junus Demong yang setuju dengan tambang. Tiga orang ini juga yang ikut studi banding tentang tambang di Minahasa dan Sumbawa Barat.

Pemerintah Kabupaten Lembata membiayai studi banding tambang ini anggota DPRD dan kelompok masyarakat lainnya. “Kami tidak pernah tahu kalau ada penyerahan tanah ulayat itu. Penyerahan tanah oleh Dullah Demong dan Hasan Abu tidak pada tempatnya dan bagi saya penyerahan tanah itu ilegal,” kata Liliwana.

Kuasa
Ia menjelaskan tampaknya pemerintah Kabupaten Lembata masih bersikeras untuk melakukan penambangan emas dan tembaga di Kedang dan Lebatukan. Sementara rakyat terus menolak.

Menuru dia, pemerintah dengan kuasanya dan uang banyak tidak menggubris suara rakyat. Rakyat yang lemah dan tidak punya apa-apa hanya mengandalkan kuasa dari Tuhan dan leluhur. “Kami dalam waktu dekat ini akan melakukan seremonial adat. Rakyat tidak punya apa-apa, kami melawan mereka dengan seremoni adat”.

Sandiwara
Ketua Forum Komuni Tambang Lembata yang juga direktur Lembata Center Philipus Bediona mengatakan penyerahan tanah yang dilakukan Abdullah Demong dan Hasan Abu kepada pemerintah Kabupaten Lembata adalah sandiwara.

Menurut dia, pemegang hak ulayat tertinggi di Waqlupang adalah Oktavianus Oro Leu, yang anak sulungnya Anton S. Liliwana. “Kalau bupati terima penyerahan tanah ulayat dari Dullah Demong yang saya bilang tadi sandiwara, tidak lucu lagi”

Bediona mengatakan tindakan bupati Lembata mencerminkan kekerasan hati. Ia mengatakan Bupati Manuk tahu kalau rakyat dalam puncak kemarahan akibat dikeluarkan surat ijin prinsip dan empat surat ijin lokasi untuk tambang.Jangan

Tergesa
Anggota DPRD Lembata, Yoseph Suban Amuntoda mengharapakan pemerintah jangan tergesa-gesa dengan penyerahan tanah untuk lokasi tambang ini. Ia mengatakan pemerintah Kabupaten Lembata harus belajar dari pengalaman selama ini di mana tanah yang sudah diserahkan kepada pemerintah diambil kembali oleh keluarga atau orang lain yang punya hak atas tanah tersebut.

*Laporan Flores Pos

Tidak ada komentar: