06 Mei 2014

Klaim-Mengklaim

Oleh FRANS OBON
Tahun 2014 dibaptis oleh sejumlah kalangan sebagai tahun politik. Penamaan itu merujuk pada dua peristiwa penting dalam kehidupan bangsa Indonesia yakni Pemilihan Legislatif dan Pemilu Presiden. Dengan demikian dalam dua bulan terakhir sebelum Pemilu Legislatif pada 9 April 2014, aktivitas politik para calon anggota legislatif meningkat. Safari politik dari kampung ke kampung makin gencar dan serentak pula aktivitas politik makin memperlihatkan citra politik sebagai “sebuah berkah” musiman.
Di tengah hiruk pikuk politik itu, kita mendapatkan fenomena baru di dalam praktik politik kita yakni klaim-mengklaim program yang diturunkan ke masyarakat perdesaan. Hal ini dilakukan baik oleh calon anggota legislatif daerah maupun calon legislatif  di Senayan. Salah satu contoh yang dapat kita sebutkan adalah Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP). Disebutkan bahwa ada calon anggota legislatif tertentu mengklaim bahwa program tersebut adalah hasil dari perjuangannya dan perjuangan partai tertentu (Flores Pos, 3 Februari 2014 dan Flores Pos, 17 Januari 2014).

Menurut undang-undang, DPR(D) memiliki tiga fungsi yani fungsi legislasi, fungsi budgeting (anggaran) dan fungsi pengawasan. DPR(D) memiliki fungsi untuk menyusun undang-undang baik berdasarkan inisiatifnya sendiri maupun undang-undang yang diajukan oleh pemerintah. Fungsi anggaran (budgeting) adalah peran DPR(D) untuk membahas anggaran yang diajukan pemerintah terutama terkait dengan pembiayaan program-program yang diajukan pemerintah. Kendati Dewan memiliki hak anggaran, tetapi penggunaannya terbatas dalam pembahasan dan alokasi anggaran. Dewan tidak memiliki kewenangan untuk mengelola program pemerintah, meskipun dalam praktiknya hak anggaran Dewan ini diselewengkan oleh segelintir orang dengan ikut campur tangan dalam pengelolaan proyek pemerintah. Sedangkan fungsi pengawasan adalah peran DPR(D) untuk mengawasi pelaksanaan program pemerintah dan melakukan check and ballaces terhadap penggunaan kekuasaan pemerintah.
Namun pengawasan terhadap pembangunan, terutama program pemerintah bukanlah wewenang eksklusif Dewan. Memang anggota Dewan adalah wakil rakyat yang berfungsi menyalurkan aspirasi dan kehendak rakyat, tetapi tidak benar seluruh aspirasi masyarakat diambil alih seluruhnya oleh Dewan dan masyarakat berpangku tangan. Masyarakat memiliki hak konstitusional untuk terlibat di dalam pengawasan program dan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Oleh karena itu undang-undang korupsi misalnya memberi kesempatan kepada masyarakat untuk  melaporkan bila memiliki data dan informasi mengenai kasus-kasus korupsi.
Lalu, dari mana datangnya klaim-mengklaim proyek pemerintah ini? Masalah ini muncul dari sikap masyarakat sendiri. Masyarakat kita selalu bertanya: Anda telah buat apa untuk kami (masyarakat)? Politisi kita agak kerepotan untuk meyakinkan masyarakat pemilihnya jika dia menjelaskan mengenai posisi dan perannya dalam menjalankan tiga fungsi tadi. Calon anggota legislatif kita akhirnya terjebak di dalam kultur politik masyarakat seperti ini.
Kultur politik masyarakat kita yang menuntut “angpao politik” tidak sepenuhnya disalahkan kepada rakyat. Fenomena ini lahir juga dari sikap dan praktik politik kita. Banyak politisi kita berada jauh dari keluh kesah rakyat. Oleh karena itu sikap masyarakat ini lahir dari rasa dicurangi (feeling cheated), yang pada akhirnya menimbulkan apatisme politik.
Tetapi kekecewaan ini melahirkan hal lain yakni tidak hanya membutuhkan visi dan misi tetapi juga menuntut gizi. Masyarakat kita tidak lagi percaya pada kata-kata tetapi menuntut gizi yang tidak lain adalah uang. Mereka ingin dibayar tunai karena setelah pemilu, wakil rakyat dan rakyat tidak tersambung lagi secara baik. Namun kemudian masyarakat tidak sadar bahwa politisi selalu lebih pintar daripada apa yang mereka pikirkan yakni memberi sedikit untuk mendapatkan lebih banyak (to give less to take more).
Di tengah gencarnya kampanye anti politik uang, polanya lalu berubah. Rakyat menuntut program nyata karena di sana rakyat bisa mendapatkan bagiannya, bukan saja kepentingan masyarakat luas, tetapi mengambil bagian keuntungan di dalam pengelolaan program pemerintah. Oleh karena itu klaim-mengklaim ini bukan saja ciptaan politisi, tetapi juga rakyat mengambil bagian di dalamnya.
Bentara, 4 Februari 2014

Tidak ada komentar: