29 April 2014

Serangan Balik Para Camat


Oleh FRANS OBON
Kita bisa memahami kekecewaan para camat dari 9 kecamatan di Manggarai Timur karena anggota DPRD Manggarai Timur tidak mengakomodasi pembelian kendaraan dinas operasional para camat. Topografi Manggarai Timur yang begitu berat dengan infrastruktur jalan raya di wilayah kecamatan dan pedesaan yang buruk tentu saja membuat mobilitas para camat terganggu.
Menurut para camat, kendaraan yang dipakai para camat sekarang sudah tidak layak lagi untuk menunjang kinerja mereka dalam menangani berbagai persoalan di berbagai desa dan kampung. Para camat begitu senang dan antusias ketika mendengar bahwa pemerintah kabupaten mengusulkan dana pembelian kendaraan dinas para camat. Namun, anggota DPRD Manggarai Timur menolaknya (Flores Pos, 18 Januari 2014).
Penolakan ini sudah pasti mencerminkan adanya perbedaan prioritas dalam mengalokasikan dana pembangunan di Manggarai Timur. Dalam pandangan anggota DPRD Manggarai Timur pembelian mobil dinas para camat bukanlah sebuah prioritas. DPRD ingin memperbesar belanja modal, anggaran yang bersentuhan langsung dengan peningkatan ekonomi masyarakat lokal. Sementara bila anggaran pembelian mobil dinas disetujui, maka hal itu akan menambah besar belanja yang dipergunakan untuk aparatur pemerintah.

Kita setuju bahwa fasilitas kerja yang memadai sangat diperlukan oleh para camat untuk meningkatkan pelayanan mereka kepada masyarakat. Menggunakan kendaraan roda dua, misalnya, untuk menjangkau wilayah kecamatan yang luas, tidaklah masuk akal. Apalagi wilayah-wilayah seperti Elar dan Sambirampas. Wilayah kerja sembilan camat di Manggarai Timur memang cukup sulit. Apalagi pada musim hujan seperti sekarang. Oleh karena itu tidak adil bila kemudian anggota DPRD Manggarai Timur menuntut kinerja yang prima dari para camat tanpa diberi sarana dan fasilitas kerja yang memadai. Memang dengan pemberian fasilitas kerja seperti ini, sudah pasti akan berdampak pada meningkatnya anggaran untuk pemeliharaan fasilitas kerja pemerintah dan biaya operasional. Itu adalah konsekuensi logis.
Namun “serangan balik” para camat yang mengancam melakukan aksi “tidak memilih lagi” anggota DPRD Manggarai Timur yang menolak usulan pembelian kendaraan dinas para camat, patut dipertanyakan.  Para camat sebagai pegawai negeri sipil pada dasarnya dilarang berpolitik. Meskipun lahir dari rasa kecewa atas penolakan pembelian mobil dinas, namun pernyataan “serangan balik” untuk tidak memilih anggota Dewan yang menolak atau melakukan black list terhadap mereka adalah aksi politik.  Dengan demikian, pernyataan para camat itu memperkuat dugaan masyarakat luas bahwa para camat seringkali “bermain politik” dalam ajang politik lokal seperti pemilihan anggota legislatif dan terutama pada pemilihan kepala daerah. Ini juga berarti para camat tidak pernah netral dalam politik lokal.
Oleh karena itu kita mengerti dengan terang bahwa aktivitas para camat biasanya meningkat ketika terjadi perhelatan politik lokal. Dengan menggunakan kendaraan dinas yang dibiayai rakyat, para camat “memiliki urusan begitu rupa” ketika terjadi perhelatan politik. Atau juga jangan-jangan ada intervensi para camat pada rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Dengan ini kita mau mengatakan bahwa “serangan balik” para camat itu merupakan pemakluman mengenai ketidaknetralan aparat birokasi dalam politik kita.
Bentara, 20 Januari 2014

Tidak ada komentar: