12 April 2010

Kita Sering Jadi Pelupa

Jumlah penderita HIV/AIDS di Nusa Tenggara Timur terus meningkat tiap tahun. Tapi penanganannya masih datar-datar saja. Padahal HIV/AIDS adalah fenomena gunung es. Penanganan yang lebih dini akan dapat menolong para penderita.

Oleh FRANS OBON


Dokter Asep Purnama, Ketua Pokja Penanggulangan HIV/AIDS RSUD TC Hillers Maumere melakukan kritikan konstruktif pada peliputan media mengenai seorang ibu yang sedang hamil oleh suaminya yang menderita HIV/AIDS (Flores Pos edisi 10 April 2010, hlm 8). Inti kritikannya adalah media tidak menggali lebih dalam apakah ibu yang sedang hamil yang suaminya menderita HIV/AIDS sudah melakukan pemeriksaan atau tidak sehingga dapat diketahui bahwa bayi yang sedang dikandunginya tertular HIV atau tidak. Menurut dokter Asep, paling tidak menurut pengalamannya, masih ada kemungkinan sang bayi bisa diselamatkan dari bahaya HIV jika sejak awal diketahui melalui pemeriksaan yang intensif dan ditangani secara optimal.


Haruslah diakui bahwa liputan media soal HIV/AIDS sering tidak komprehensif dan tidak menggali lebih dalam aspek-aspek yang bisa membantu pembaca dan masyarakat melihat lebih jauh terhadap persoalan yang ada. Pertama hal ini disebabkan karena minimnya juga pengetahuan di kalangan media mengenai HIV/AIDS. Asumsi ini yang paling banyak diakui kebenarannya. Diandaikan, minimnya pengetahuan akan mempengaruhi kandungan berita yang tersajikan kepada pembaca. Hal ini ditunjang oleh sikap taken for granted di kalangan media. Tidak ada lagi usaha yang lebih keras untuk menggali segi-segi peristiwa yang lebih dalam. Belum lagi sisi berita yang lebih human interest sifatnya.

Kedua, tidak seksinya atau tidak menariknya masalah tersebut bagi media. Akibatnya di antara begitu banyak belantara kejadian dan peristiwa masyarakat yang muncul setiap harinya, media memilih berita-berita yang dalam pandangannya jauh lebih seksi dan menarik tapi belum tentu berdampak luas bagi kehidupan dan kemanusiaan. Padahal HIV/AIDS adalah masalah kemanusiaan, menyangkut nyawa manusia, menyangkut masa depan masyarakat, dan jauh-jauh lebih serius. HIV/AIDS adalah ancaman terhadap kualitas kehidupan masyarakat. Dia bisa menghancurkan generasi masa depan Flores.

Jauh lebih dalam sebenarnya perhatian media yang begitu minim dan sumir mengenai masalah HIV/AIDS berakar di dalam mentalitas masyarakat pada umumnya. Kita tahu bahwa masalah HIV/AIDS sudah menggerogoti kehidupan masyarakat Flores. Jumlah penderita HIV/AIDS makin meningkat. Dari tahun ke tahun selalu saja ada kasus baru.

Jika diasumsikan bahwa masalah HIV/AIDS adalah fenomena gunung es, maka angka yang ada di bawah permukaan jauh lebih besar. Yang di bawah permukaan itu mestinya membuat semua kita gentar dan khawatir. Tetapi sikap dan respon masyarakat Flores dan respon pemerintah biasa-biasa saja. Seolah-olah kematian yang diakibatkan HIV/AIDS itu sesuatu yang lumrah karena sudah sering terjadi. Kita menjadi manusia yang sering lupa bahwa tumpukan korban HIV/AIDS makin meningkat.

Sikap lupa ini mengidap pada kesadaran banyak orang Flores. Karena itu cara kita memberitakannya, cara kita menanganinya, cara kita merespon kasus-kasus yang ada, biasa-biasa saja. Makin lama sikap itu mengental dan membeku kesadaran kita. Cara kita berpikir tentu saja sangat mempengaruhi cara kita bertindak. Tidak adanya tindakan yang lebih berarti dalam mencegah HIV/AIDS di Flores mencerminkan cara kita berpikir.


Flores Pos | Bentara | Kesehatan
| 12 April 2010 |

Tidak ada komentar: