16 Juli 2009

Budaya Bukan Sebatas Seremoni

Oleh Frans Obon

ORANG MULAI bertanya apakah ada agenda tersembunyi di balik peresmian kantor Bupati Manggarai yang dilakukan selama dua pekan? Karena pada kesempatan ini Bupati Christian Rotok dan Wakil Bupati Kamelus Deno mengundang tokoh-tokoh dari kecamatan-kecamatan menghadiri acara tersebut. Karena kemungkinan besar pasangan Christian Rotok-Kamelus Deno akan melanjutkan duet mereka untuk jilid II, maka orang menduga Bupati dan Wakil Bupati menggunakan kesempatan ini untuk kepentingan suksesi 2010. Namun Bupati Rotok menyangkal dugaan ini pada konferensi persnya.

Kita tidak ingin masuk dalam duga menduga seperti ini. Kalau duet Christian Rotok-Kamelus Deno dilanjutkan untuk periode berikutnya dan memobilisasi dukungan melalui kunjungan kerja dan kegiatan pemerintah, mungkin itu adalah keuntungan mereka sebagai orang yang lagi berkuasa (incumbent).

Yang ingin kita tekankan di sini adalah pendekatan budaya yang dilakukan pemerintah tidak boleh hanya menyentuh permukaan atau kulit luar. Karena kalau hanya sekadar kulit luar, permukaannya saja, terdapat peluang yang lebih besar untuk memanipulasi budaya untuk kepentingan kekuasaan.


Kebudayaan pada intinya adalah pencerminan dari persepsi terhadap diri dan terhadap lingkungan di dalam sebuah komunitas. Kebudayaan adalah ungkapan jati diri, ungkapan kuni agu kalo Manggarai. Siapa orang Manggarai itu dapat dilihat dari kebudayaan mereka. Bagaimana orang Manggarai memaknai lingkungan sosial dan lingkungan bio-fisisnya. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa.

Karena itu mobilisasi dukungan melalui rumah gendang atau yang laizim disebut politisasi rumah gendang adalah sebuah bentuk manipulasi terhadap budaya. Karena budaya dipakai sebagai alat untuk memobilisasi dukungan suara dan bukan untuk membantu masyarakat menemukan dan membentuk jati diri mereka. Dan mobilisasi tokoh adat menjelang Pilkada memang dapat ditanggapi sebagai salah satu medium memobilisasi dukungan.

Pendekatan budaya yang dilakukan pemerintah mesti menyentuh inti jati diri. Komunitas lokal Manggarai menunjung tinggi harmonisasi dengan alam. Lihatlah ritus-ritusnya. Barong wae, misalnya, adalah simbol bahwa air adalah sesuatu yang vital dalam kehidupan manusia. Bukan mau takung poti atau menyembah Tuhan melalui mata air. Upacara itu adalah simbol rasa syukur. Inti dari sini adalah bagaimana masyarakat dan pemerintah menjaga ketersediaan air dengan memelihara hutan.

Pemerintah tidak boleh memberi izin pertambangan di hutan lindung atau lokasi pertambangan yang potensial merusak ketersediaan air. Sebab kalau tidak, kita melakukan barong wae, tapi kita merusak ketersediaan air. Jangan memahami budaya hanya sebagai seremoni.

Flores Pos | 11 Juli 2009 | bentara

Tidak ada komentar: