Oleh FRANS OBON
Pembaruan. Itulah kata kunci ketika kita memasuki tahun baru. Dengan ini kita tidak hanya melihat perayaan tahun baru sekadar pergantian kalender. Tapi lebih sebagai refleksi untuk menilai kembali sepak terjang kehidupan pribadi dan kehidupan sosial kemarin, hari ini dan demi merancang masa depan yang lebih baik.
Di dalam konteks kehidupan publik, mendesak rasanya kita melakukan pembaruan-pembaruan di segala sektor kehidupan kita. Dalam ranah politik, misalnya, kita perlu menegakkan kembali komitmen kita untuk memahkotai seluruh aktivitas politik dengan kesejehateraan umum (bonum publicum).
Kita membalikkan semua sepakterjang politik yang hanya mementingkan klik politik daripada mengusahakan kebaikan umum dan kebaikan bersama. Kongsi antara pemodal dan elite politik (birokrasi dan legislatif) telah mengaburkan tujuan sejati dari politik. Aktivitas politik lebih hanya memobilisasi masyarakat untuk mendapatkan dukungan politik (kepentingan suara dalam pemilu) daripada mengusahakan kebaikan bersama. Legitimasi dukungan rakyat itu dipakai untuk mengumpulkan keuntungan pribadi daripada memperjuangkan kepentingan rakyat.
Orientasi pembangunan kita juga mesti diubah. Pembangunan tidak lagi dilihat sebagai proyek oleh birokrasi, legislatif dan para pelaku yang terlibat di dalamnya. Sebab pengalaman selama ini, miliaran dana telah digelontorkan melalui dinas-dinas, tetapi dampak proyek pembangunan itu tidak terlihat. Ini disebabkan karena orientasi pembangunan lebih dilihat sebagai proyek. Karena di sana ada setumpuk uang. Tiap dinas berlomba-lomba menciptakan proyek pembangunannya sendiri. Namun semua itu berjalan secara parsial.
Di dalam kehidupan sosial dan budaya, kita juga memerlukan perubahan. Kita hidup di zaman serba instan.
Kita ingin mendapatkan keuntungan dengan cara gampang. Korupsi diduga kuat berakar di dalam mental instan ini. Orang ingin mendapakan setumpuk kekayaan dengan cara melanggar prinsip dan nilai-nilai moral. Kita telah melencengkan makna kerja (keras) sebagai bagian dari nilai kemanusiaan. Kehidupan sosial kita tidak lagi mementingkan kebersamaan, solidaritas, melainkan semangat untung diri. Kita tidak lagi peduli dengan rintihan orang lain. Kita selalu ingin cari selamat sendiri.
Budaya kita masih belepotan dengan kekerasan. Ada orang mengambil begitu saja kebun orang lain dengan dalih riwayat kekuasaan masa lalu. Kita merampas hak orang lain atas nama kepentingan umum.
Kita juga memerlukan pembaruan di dalam kehidupan beragama kita. Karena agama telah kehilangan nilai transformatifnya. Keagamaan kita lebih pada formalitas dan ritualitas. Agama kita ubah hanya sebagai sebuah identitas pribadi dan kelompok. Kita lupa pada esensi agama sebagai jalan transformasi sosial.
Singkat kata, kita membutuhkan perubahan yang terus menerus.
Flores Pos Bentara Politik
3 Januari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar