01 Desember 2008

Banjir di Borong

Oleh FRANS OBON
Setiap tahun pada musim hujan, kali Wae Bobo di Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur meluap. Menggenangi rumah-rumah penduduk. Tidak tahu berapa banyak kerugian yang diderita atau berapa banyak waktu mereka habiskan untuk memindahkan barang-barang dan peralatan rumah tangga. Berapa jam banyaknya waktu tidur mereka tersita karena harus terjaga jika banjir tiba-tiba datang. Banjir kiriman dari kampung-kampung di pedalaman. Banjir dari hutan-hutan yang telah dibabat habis. Luapan banjir akan makin besar tiap tahunnya sejalan makin gundulnya hutan dan makin bertambahnya pemukiman baru.

Dari dulu sebelum Manggarai Timur terbentuk kejadian serupa sering terjadi. Ini masalah klasik yang tak pernah diselesaikan secara tuntas. Sama seperti Reo di Manggarai, kabupaten induknya, selalu mendapat kiriman banjir dari Wae Pesi. Selalu setiap tahun penduduk Reo terbirit-birit mengungsi takut meluapnya kali Wae Pesi.
Kala itu kita mungkin beralasan bahwa masalah ini tak terselesaikan tuntas karena Manggarai Timur masih bergabung dengan Manggarai. Luas wilayah yang besar merepotkan pemerintah untuk mencari fokus penanganan masalah. Sekarang Manggarai Timur telah terbentuk jadi kabupaten baru. Borong telah dipilih jadi ibu kota kabupaten. Meski kantor bupati dan kantor DPRD atau kantor pemerintah ada di Toka, jauh dari banjir Wae Bobo, namun penanganan banjir Wae Bobo harus tetap menjadi perhatian pemerintah. Bahkan bila perlu ke depan menjadi ukuran kinerja seorang bupati dan wakil bupati.
Masalah banjir di Wae Bobo akan menjadi masalah yang kian rumit ke depan jika dari sekarang pemerintah tidak menatanya dengan baik. Borong akan berkembang menjadi kota besar. Akan ada migrasi penduduk dari desa-desa ke Borong. Kota itu akan menjadi kota yang padat.
Pengalaman di daerah lain, daerah bantaran kali akan menjadi tempat pemukiman liar, yang membuat ruwet sistem aliran sungai. Jakarta selalu repot dengan banjir karena banyaknya warga tinggal di bantaran kali. Mumpung Borong lagi sepi penduduk. Masih belum ada pemukiman liar di bantaran kali. Sekarang barangkali waktunya yang tepat bagi pemerintah membuat garis merah yang membingkai agar sejak awal tidak ada warga yang bermukim di bantaran kali. Pemerintah hendaknya membangun tanggul-tanggul yang kuat untuk mencegah meluasnya aliran sungai. Tantangannya akan makin besar karena di wilayah hulu, hutan sudah habis dibabat. Kecuali kalau kita ingin menjadikan Wae Bobo proyek tahunan, maka mulai sekarang kita akan setengah-setengah menanganinya.

Flores Pos / Bentara / Banjir
29 November 2008

1 komentar:

Berthier's Child mengatakan...

Mangarai jadi kabupaten??? Luar biasa. tapi saya resah... apakah pemimpin-pemimpin kita mau melayani masyarakat dengan baik??? Semoga para pemimpin meneladai Yesus yang datang untuk melayani, bukan untuk dilayani.

Selamat melayani bupati MAnggarai Timur yang baru.

doaku sertai tugasmu selalu


Salam dan doaku selalu

Putera Manggarai Timur
di Yogyakarta