09 Januari 2008

Pesta Adat Disederhanakan

Oleh FRANS OBON

Warga Kelurahan Susu membuat kesepakatan budaya yakni menyederhanakan pesta pada saat kematian. Kesepakatan ini diambil Sabtu (17/3) dan akan disebarluaskan ke segenap anggota suku di wilayah itu.

Isi kesepakatannya adalah pada hari kematian tidak diperkenankan membawa babi kecuali uang. Beras atau padi tidak boleh dibawa dalam bakul (bere) tetapi dalam karung. Keluarga berduka hanya boleh menyediakan makanan hanya sekali (sebelum atau sesudah penguburan) dan meghe dihilangkan. Semua ini akan diatur di kampung masing-masing. Jika ada yang melanggar, maka barang bawaannya akan dikembalikan.
Kesepakatan ini dalam arti tertentu adalah sebuah agenda budaya masyarakat Kelurahan Susu. Ada perubahan cara memandang budaya di sini. Sungguhkan budaya itu sesuatu yang statis, kaku, atau sesuatu yang dinamis? Atau dalam bahasa yang lebih keren, apakah budaya itu suatu kata benda (gabe) atau satu kata kerja (aufgabe). Kalau suatu kata benda (gabe) maka kebudayaan adalah sesuatu yang terberikan dan kita terima secara taken for granted (karena dari sananya memang demikian). Sebaliknya kalau budaya itu satu kata kerja (aufgabe), maka dia memberikan kepada kita suatu tugas, kesempatan untuk berkreativitas, menciptakan. Sehingga kebudayaan adalah daya dari budi, daya nalar yang melahirkan kreativitas baru.
Cara memandang kebudayaan ini sangat mempengaruhi kita dalam mengelola hidup pribadi dan bersama kita. Selama ini terutama dalam masa otonomi daerah, kita memiliki semangat untuk membangun daerah kita dalam nuansa budaya. Kita ingin menghidupkan berbagai elemen budaya untuk menunjukkan jati diri kita. Di jalur politik, kita menggunakan sentimen budaya untuk menggalang massa pendukung politik. Kita melegitimasi kekuasaan didasarkan pada basis massa genealogis.
Tetapi di sisi lain, nilai-nilai kultur kita tidak menjadi inspirasi para pemimpin kita untuk membangun daerahnya. Egoisme kelompok dan kepentingan diri jauh lebih menonjol daripada semangat solidaritas. Padahal, solidaritas adalah warisan berharga dari kultur kita.
Kultur kita juga banyak kali membelenggu kita. Kematian memakan ongkos yang besar. Tetapi kita tidak pernah memberikan perhatian besar pada masalah kesehatan. Kita tidak mengumpulkan uang waktu orang sakit, tetapi mengumpulkan apa saja untuk kematiannya.
Kita terbelenggu dalam budaya pesta, mulai dari lahir hingga kematian. Tidak ada tahap dalam kehidupan orang Flores yang tidak dipestakan. Banyak sekali struktur-struktur budaya kita yang membuat kita miskin. Dengan kata lain kemiskinan kita sebagian besar merupakan kontribusi budaya kita. Karena kita tidak pernah memikirkan secara serius mengenai budaya kita, maka kita pun terpuruk. Gerakan masyarakat Susu adalah nyala kecil dari kreativitas budaya di Flores. Kita memerlukan gerakan yang lebih besar. Mulai dari akar rumput sendiri.

FLORES POS | BENTARA | BUDAYA | 29–3-2007 |


Tidak ada komentar: