09 Januari 2008

Perempuan Menolong Perempuan

Oleh FRANS OBON

Kita bergembira bahwa gerakan perempuan di wilayah kita bertumbuh subur. Lima tahun belakangan ini tumbuh pesat kesadaran memperlakukan perempuan setara dengan laki-laki. Ini perkembangan yang menggembirakan karena struktur budaya kita ikut memberi kontribusi mendiskriminasi perempuan.

Dengan demikian, hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat perubahan dalam cara memandang budaya. Kita tidak lagi melihat budaya sebagai sesuatu yang statis, kaku, dan memaksa kita menerima begitu saja. Pendek kata ada kesadaran baru bahwa kita sesungguhnya memiliki kreativitas budaya yang luar biasa juga.
Kendati demikian, yang kita lihat selama ini gerakan perempuan lebih terfokus pada advokasi hak-hak perempuan. Perempuan yang diperlakukan secara kasar atau kekerasan dalam rumah tangga mulai dibawa ke pengadilan. Ada kampanye agar jangan ada diskriminasi terhadap perempuan dalam pendidikan. Sebaliknya perempuan diberi kesempatan yang sama seperti laki-laki baik dalam pendidikan maupun dalam kesempatan kerja.
Inisiatif-inisiatif ini memang kita perlukan agar gerakan penyetaraan gender memberikan ripple effect. Ibarat kita menjatuhkan sebuah batu ke dalam air. Jika batu yang kita jatuhkan kecil, maka efek yang ditimbulkannya juga kecil. Jika batu yang kita jatuhkan besar, efek getarannya juga besar. Kita memang berharap makin banyak inisiatif yang timbul untuk gerakan kesetaraan gender ini, makin besar pula dampak positif yang kita akan peroleh ke depannya.
Namun ada satu hal yang menarik perhatian kita, yakni prakarsa yang dilakukan seorang perempuan yang masih belia tetapi memiliki ide cerdas. Paulina Made Wigna Susanti. Harian ini Kamis (29/3) memprofilkan usahanya. Dia tidak memilih melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi, melainkan memilih pendidikan yang memberinya keterampilan. Keahlian dan keterampilan itu tidak ia gunakan untuk kepentingan dirinya sendiri, melainkan membuka usaha yang menyediakan lapangan kerja bagi orang lain.
Bukan hanya itu saja. Dia merasa tidak cukup membantu perempuan lainnya untuk mendapatkan pekerjaan, melainkan membantu mereka memiliki keterampilan dan membuka usaha sendiri. Ini artinya dia membagikan keterampilan dan keahliannya kepada orang lain dan membiarkan mereka pergi setelah mereka menguasainya.
Kita memberikan apresiasi justru karena problem kita terletak di sini. Dari komposisi penduduk kita, sebagian besar adalah kaum perempuan. Sementara itu dari segi pendidikan, justru mereka sebagian besar hanya tamat pendidikan dasar. Inilah masalah krusial kita yakni bagaimana membantu kaum perempuan kita untuk tidak menggantungkan hidup mereka pada suami. Tetapi mereka didorong untuk menguasai keterampilan demi menambah keuangan keluarga. Perempuan menolong perempuan adalah sebuah inisiatif yang patut dihargai.


FLORES POS | BENTARA | PEREMPUAN | 03–4-2007 |

Tidak ada komentar: