09 Januari 2008

Moralitas Politik

Oleh FRANS OBON

Para pegawani negeri sipil di Sikka Selasa kemarin marah-marah dengan pernyataan Fraksi Gabungan Pembaharuan yang menyebut pemerintah tidak bermoral, tidak memiliki nurani dan komitmen yang jelas, dan tidak konsisten dan tegas pada setiap kali pembahasan anggaran. Mereka menilai kata tidak bermoral merujuk pada kejahatan kesusilaan. “Apakah pemerintah sama dengan orang yang melakukan pemerkosaan, pelecehan seksual atau main perempuan”. Bupati sendiri meresponnya secara diplomatis dengan meminta anggota DPRD sebagai mitra pemerintah berbicara dalam bingkai kesantunan, tata krama.

Kalau kita berbicara mengenai moralitas, etika berpolitik tentu saja proposisi itu tidak merujuk semata-mata pada masalah moral seksual sebagaimana dipahami kebanyakan orang selama ini. Pun etika politik tidak dipahami dalam konteks etiket, tata krama. Tetapi etika politik dimaksudkan sebagai refleksi kritis mengenai kebaikan dan keburunkan dalam berpolitik. Itulah sebabnya kita menyebut kebaikan tertinggi dalam politik adalah kebaikan umum.
Moralitas pertama-tama mengandung arti kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Ini berarti kalau pemimpin mengambil sebuah keputusan tentang kehidupan banyak orang, dia harus memperhitungkan baik dan buruknya. Jika keputusan itu membawa kebaikan bagi banyak orang, maka secara otomatis kebijakan itu tidak bertentangan dengan moral. Sebaliknya jika keputusan itu merugikan banyak orang, berarti pemimpin kurang memperhatikan aspek-aspek moral.
Secara alamiah, tiap manusia pasti bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Manusia bisa memberikan penilaian moral terhadap segala tindakannya. Dalam bertindak, manusia dengan seluruh situasi konkretnya memperhitungkan aspek baik dan buruk. Sebab itu tindakan kita baik dalam berpolitik, entah sebagai pemerintah ataupun anggota legislatif, aspek moral, aspek pembedaan baik dan buruk itu sangat penting.
Memperhatikan aspek moral, bagi seorang pemimpin adalah sebuah keharusan. Karena pemimpin akan berhadapan dengan berbagai persoalan dan akan memutuskan sebuah kebijakan umum yang menyangkut kepentingan banyak orang. Di sini seorang pemimpin dituntut memberikan pertanggungjawaban atas seluruh keputusan yang diambilnya. Tanggung jawab untuk memajukan kebaikan bersama.
Aspek dasariah yang menyentuh inti moralitas adalah penghargaan dan penghormatan terhadap pribadi manusia. Seorang pemimpin harus bertindak dalam tataran penghormatan terhadap pribadi manusia sebab hal itu merupakan hak dasariah atau hak asasi.
Dalam konteks ini hati nurani dipandang sebagai “sanggar suci”, inti terdalam pribadi manusia. Orang yang hatinya jujur akan tercermin dalam tingkah lakunya. Tingkah laku yang buruk secara moral menunjukkan hati nuraninya juga buruk. Setiap manusia memiliki hati nurani tempat di mana tiap kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk secara moral. Sebab itu moral pertama dan terutama adalah kemampuan untuk membedakan kebaikan dan keburukan.


Flores Pos | Bentara | Politik
| 21 Maret 2007 |

Tidak ada komentar: