09 Januari 2008

Kepemimpinan: Visi dan Keberanian

Oleh FRANS OBON

Dalam diskusi bulanan Dian/Flores Pos hari Sabtu 10 Februari lalu, Wakil Bupati Flotim Yoseph Lagadoni Herin menyeringkan pengalaman pemerintah Flores Timur dalam hal merampingkan birokrasi. Gerakan perampingan ini ditantang sebagian birokrat yang terganggu kepentingannya, tetapi juga dinanti dampak dan hasilnya oleh rakyat Flotim.
Lima tahun lalu di Flores Timur, ada sebuah “eksperimen” menarik di mana untuk pertama kalinya setelah Orde Baru orang swasta diberi kesempatan atau memiliki peluang yang sama untuk menjadi pucuk pimpinan birokrasi di tingkat lokal.

Situasinya juga memungkinkan untuk itu yakni otonomi daerah diberlakukan. Pada saat itu orang menyambut pasangan Felix Fernandez-John Payong Beda sebagai duet ideal. Satunya swasta dan satunya lagi birokrat. Tetapi kongsi politik keduanya patah di tengah jalan oleh berbagai kepentingan mereka yang berbeda.
Sekarang Flotim dipimpin duet swasta-swasta. Satunya bekas politisi dari partai kecil yang telah berpengalaman sebagai politisi yang lincah, satunya lagi seorang bekas wartawan dengan pengalaman perjalanan jurnalistik yang cukup. Pasangan Simon Hayon-Yoseph Lagadoni Herin membuat satu eksperimen menarik yakni perampingan struktur birokrasi. Menurut pengakuan Yosni Herin, pemerintah bisa menghemat Rp6 miliar setahun. Gerakan perampingan ini akan ditakar dalam perjalanannya dengan seberapa besar rakyat mendapatkan keuntungannya.
Kabupaten lain belum berani melakukan eksperimen seperti ini. Kita tentu tidak ingin menduga-duga alasannya. Tetapi minimal, dari eksperimen perampingan birokrasi di Flotim itu, terdapat dua hal krusial. Pertama, visi, keberanian, dan konsistensi; dan kedua persoalan utang suksesi.
Visi, keberanian, dan konsistensi merupakan unsur konstitutif dari suatu kepemimpinan. Seorang pemimpin tidak saja dikenang karena kebaikannya, karena kedermawanannya, tetapi ia juga dikenang karena pemikiran-pemikirannya, karena kecerdasannya. Visi dan keberanian ini harus pula disertai dengan konsistensi. Dia melakukan apa yang dia katakan. Sebab ikan memang busuk mulai dari kepala.
Kedua, masalah utang suksesi. Utang suksesi atau balas budi suksesi adalah persoalan krusial pasca pemilihan pemimpin. Tiap orang yang merasa berjasa menaikkan seorang pemimpin akan menagih. Masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme berawal dari sini. Seorang bupati dan wakil bupati akan menjadi orang-orang tersandera. Biaya suksesi (political cost) maupun politik uang (money politics) telah menyandera seorang pemimpin karena dia telah menjanjikan dan memberikan konsensi-konsensi tertentu kepada penyokong dana suksesi.
Dua hal di atas akan menentukan karakter seorang pemimpin di wilayah kita ini.


Flores Pos | Bentara | 14 Februari 2007 |

Tidak ada komentar: