18 November 2007

Menangkap Aspirasi Rakyat

Oleh FRANS OBON

Protes masyarakat terhadap kenaikan tunjangan komunikasi intesif anggota Dewan masih terus berlanjut. Di berbagai daerah, protes merebak. Tidak hanya di Flores. Di pulau Jawa juga sama. Inti dari protes itu adalah, adanya kesenjangan antara situasi riil masyarakat yang umumnya miskin dan pendapatan Dewan yang melangit.

Di daerah kita, menurut data statistik, jumlah penduduk miskin hampir 40 persen lebih dengan pendapatan per kapita per tahun Rp3 juta lebih. Tentu ini situasi yang sangat memprihatinkan kita. Belum lagi jumlah angkatan kerja kita terus meningkat tiap tahun dan penyediaan lapangan kerja oleh pemerintah terbatas. Sehingga jumlah penganggur baik terbuka maupun terselubung masih tinggi. Birokrasi lalu menjadi satu-satunya sektor yang paling diserbu oleh pencari kerja karena sektor ini bisa memberikan rasa aman bagi masa depan.
Di sini pun harus direbut lagi, sebab nepotisme dan kolusi memainkan peranan begitu penting. Kebijakan Presiden untuk mengangkat secara otomatis tenaga kontrak daerah menjadi pegawai negeri di satu sisi memberi peluang makin tingginya tingkat nepotisme dan kolusi. Kita bisa mengeceknya bahwa hampir sebagian besar tenaga kontrak memiliki ikatan atau hubungan dengan salah satu orang penting di pemerintahan.
Kenaikan tunjangan Dewan dengan persentase maksimum lalu dilihat sebagai sikap melukai asas kepatutan dan kepantasan. Pantas dan patutkah Dewan menaikkan tunjangannya di tengah kemiskinan masyarakat?
Satu-satunya alasan kenaikan itu adalah agar Dewan makin meningkatkan komunikasi mereka ke masyarakat (konstituen). Namun, bukankah komunikasi intensif itu bertujuan untuk menangkap aspirasi masyarakat? Anggota Dewan turun ke tengah konstituen bukan hanya bertugas mengawasi proyek-proyek pemerintah tetapi menangkap desah nafas dan peluh rakyat.
Menangkap desah nafas rakyat itu tidak selamanya harus duduk dan makan di kampung. Ada banyak cara dapat dipakai untuk mendapatkan aspirasi masyarakat. Demonstrasi menentang kenaikan tunjangan Dewan itu juga merupakan aspirasi.
Sekarang ini, hampir semua DPRD sedaratan Flores dan Lembata telah menetapkan Perda berdasarkan PP 37/2006. Kemarin pemerintah pusat telah menerbitkan peraturan pelaksanaan PP 37/2006 dengan memperhitungkan pendapatan daerah. Dalam demonstrasi di berbagai daerah, justru inilah yang diminta masyarakat.
Dengan ini kita kita makin yakin bahwa fokus Dewan kita bukan pada menangkap aspirasi masyarakat, melainkan bagaimana mereka bisa mendapatkan sebanyak mungkin untuk kepentingan politik mereka ke depan. Yang tidak terpilih lagi akan menjadi aji mumpung. Yang terpilih lagi, menjadikannya bekal untuk pemilu berikut.

Flores Pos | Bentara | Rakyat
|12 Januari 2007 |

Tidak ada komentar: