18 November 2007

Ketakutan DPRD Ngada

Oleh FRANS OBON

Anggota DPRD Ngada tidak perlu marah soal publikasi tunjangan komunikasi intensif yang rancangannya naik tiga kali. Karena rakyat Ngada tidak akan mempersoalkannya. Dari semua daerah di Flores, hanya rakyat Ngada yang menerima tanpa protes penerapan PP 37/2006. Jadi, Dewan boleh melenggang dengan enak dan menikmati apa yang dianggapnya sendiri sebagai haknya.

Dewan juga tidak perlu marah dengan pihak eksekutif, karena eksekutif sadar dan tahu bahwa informasi yang diberikan adalah bagian dari hak rakyat untuk mengetahui (right to know). Tujuannya bukan untuk provokasi, pun bukan untuk membunuh karakter dewan. Mereka tahu itu adalah hak dasar rakyat yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Sebab dengan cara itu mereka telah menunjukkan kepada rakyat bahwa pemerintah mau bersikap demokratis, menciptakan kultur pemerintahan yang akuntabel dan transparan. Mereka tidak khawatir dengan reaksi masyarakat, karena dengan itu pemerintah juga ingin melatih dirinya untuk bersikap demokratis. Sebab protes adalah bagian dari proses kerja demokrasi. Kalau pemerintah tidak memberitahukannya kepada rakyat, itu sama artinya pemerintah juga mau bersikap sewenang-wenang. Mau mendidik rakyat untuk tetap bodoh.
Beruntung masih ada anggota Dewan yang melihat publikasi tunjangan komunikasi intensif Dewan itu sebagai sesuatu yang biasa dalam dunia yang makin mengglobal ini. Ada anggota Dewan yang masih cerdas dan tahu bahwa mendapatkan informasi terutama dari pemerintahan adalah hak asasi manusia (hak dasar rakyat). Bahkan wajib bagi pemerintah untuk bersikap terbuka kepada rakyatnya. Dan Dewan yang tahu mengenai hal ini justru akan mendorong pemerintah bersikap terbuka.
Bahwa sepotong informasi akan merusak lembaga Dewan adalah sebuah katakutan yang tidak mendasar. Tetapi ada benarnya juga bahwa kalau ada anggota Dewan merasa kehilangan muka, kehilangan respek dari masyarakat karena semaunya saja menetapkan peraturan yang menguntungkan dirinya sendiri tanpa melihat situasi dan kondisi rakyat, itu tanda bahwa dia perlu segera memperbaiki dirinya.
Kalau dalam situasi itu, hati nurani sebagai “sanggar suci” dalam dirinya tidak lagi menggetarkannya untuk bersikap solider, maka Dewan pun tidak perlu takut. Sebab hati nuraninya tidak akan “menghukumnya” kalau ia tidak lagi mempedulikan masyarakat. Apalagi kalau rakyat juga bersikap permisif. Satu kata saja: nikmati.

Flores Pos | Bentara | DPRD
|19 Januari 2007 |


Tidak ada komentar: