18 November 2007

Bangun Ekonomi Lintas Batas

Oleh FRANS OBON

Pertemuan tahunan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) pada tanggal 6-16 November 2006 di Jakarta menekankan kembali pentingnya umat Katolik membangun solidaritas lintas agama untuk membangun kehidupan sosial ekonomi. Para uskup meminta umat Katolik agar dalam membangun kebaikan dan kesejahteraan bersama tidak hanya eksklusif di kalangan sendiri, melainkan juga menjangkau lebih luas ke luar komunitas Katolik. Komitmen demikian dilihat sebagai cara baru menggereja di Indonesia.

Selain itu para uskup juga mendorong agar pembangunan sosial ekonomi tidak saja memberikan kesejahteraan secara lahiriah, tetapi keseluruhan proses pembangunan itu harus bisa menyadarkan masyarakat akan situasi ekonomi mereka dan harus bisa membangun harga diri dan rasa percaya diri.
Ajakan ini menjadi sangat penting bagi kita di sini di mana Katolik menjadi mayoritas. Kita akui bahwa sudah banyak usaha yang dilakukan untuk membangun perekonomian masyarakat lintas batas.
Tetapi harus pula diakui bahwa usaha-usaha bersama ke arah ini masih jauh dari harapan. Masih terdapat begitu banyak karya yang bisa menjadi medan dialog dan saling belajar di antara kita. Karena sesungguhnya dalam kebersamaan lintas batas agama ini, kita akan saling memperkaya satu sama lain. Kita akan menjadi lebih kaya dalam perspektif melihat masalah.
Kita bersyukur bahwa arah dasar pastoral di hampir tiap keuskupan maupun pada setiap kongregasi, dialog karya telah menjadi prioritas utama. Ini berarti Gereja Lokal telah merespon dan membangun komitmen untuk mengatasi masalah kemiskinan dalam kerja sama yang erat tanpa membeda-bedakan agama.
Kita memang mengakui bahwa dalam menilai dan memandang sesuatu, kita memiliki perspektif yang berbeda. Kita memiliki kerangka acuan yang berbeda. Kita memiliki nilai dan pandangan hidup yang berbeda. Oleh sebab itu kerja sama yang erat untuk mengentas kemiskinan sesungguhnya dapat diperkaya seandainya setiap pemeluk agama bersikap inklusif. Menerima perbedaan sebagai kekayaan.
Untuk sampai pada tingkat ini, kita harus mengubah mindset kita, membongkar semua prasangka-prasangka. Tentu saja hal ini menuntut sebuah sikap yang jujur dan tulus. Seandainya setiap orang bekerja dengan tulus dan jujur, niscaya kita dapat bekerja sama. Di sini setiap orang, dalam semangat persaudaraan, mengesampingkan perbedaan yang ada oleh tujuan yang lebih universal yakni hidup yang layak secara manusiawi.


1 komentar:

penasastra mengatakan...

hallo om frans, apa kabar. saya agus thuru, masih ingatkah?