13 November 2007

Bahaya Mahalnya Ongkos Politik

Oleh FRANS OBON

Pemilih jangan mau disogok. Begitu kata anggota DPR RI dari PDI Perjuangan Cypri Aoer menanggapi keluhan masyarakat mengenai anggota Dewan yang mengerjakan proyek. Anggota Dewan telah diberi gaji besar dan undang-undang melarang mereka mengerjakan proyek pemerintah.

Dia berpendapat, masyarakat jangan hanya mempersalahkan anggota Dewan yang mengerjakan proyek, karena masyarakat ikut memberi andil pada tindakan ini. Masyarakat, begitu asumsinya, tersilau uang yang ditawarkan calon anggota Dewan pada Pemilu. Sehingga ketika anggota Dewan itu duduk di lembaga legislatif, dia berusaha mengembalikan uang yang telah dibelanjakannya selama Pemilu.
Peringatan ini ada benarnya. Seluruh ongkos politik (political cost) yang dibelanjakan oleh anggota Dewan dalam membeli suara rakyat (money politics) mesti dikembalikan. Pundi-pundi politik anggota Dewan harus diisi kembali baik untuk menutupi kembali ongkos politik yang dibelanjakannya maupun untuk menambah dana bagi kampanye Pemilu berikutnya. Dengan ini rakyat tahu bahwa tidak ada makan siang gratis dalam politik.
Namun di satu sisi, dalam politik praktik ini berlaku umum: memberi sedikit dan mengambil banyak (to give less, to take more). Dengan ini pernyataan bahwa tingkat korupsi yang tinggi di kalangan DPRD, misalnya juga disebabkan oleh rakyat, juga sering tidak mengandung kebenaran. Mungkin benar, korupsi yang menggunung di kalangan DPRD sebagian disebabkan oleh pembelajaan politik mereka selama Pemilu, tetapi sebagian besar oleh mentalitas mumpungisme di kalangan politisi kita untuk mengumpulkan harta sebanyak mungkin untuk memperkaya diri dalam masa jabatan yang terbatas (lima tahun).
Ketidakseriusan institusi hukum untuk memeriksa kembali kekayaan anggota dewan setelah tidak lagi berkuasa untuk bisa melihat seberapa besar akumulasi uang yang mereka kumpulkan selama berkuasa dibandingkan dengan kekayaan yang mereka miliki sebelum menjabat, juga menjadi sebab mengapa perilaku mereka tidak terkendali.
Perilaku politik yang korup ini match dengan perilaku korup yang sudah lama di kalangan birokrasi. Siapa mengawasi siapa. Apalagi bupati dan wakil bupati lahir dari rahim partai atau dicalonkan oleh partai. Bupati dan wakil bupati akan memperhitungkan masa depan politik mereka, sehingga membangun kongsi politik dengan kalangan anggota Dewan, terutama anggota Dewan yang memegang kekuasaan partai.
Namun peringatan ini memberikan awasan kepada rakyat bahwa betapa besar bahaya yang ditimbulkan dari praktik politik uang yang dipraktikan politisi kita. Jika rakyat terbebas dari praktik politik uang, maka rakyat akan dapat dengan mudah menghukum politisi yang korup, pemerintahan yang korup, dan aparat penegak hukum yang korup.

Flores Pos / Bentara / Politik / 5 November 2007

Tidak ada komentar: