09 Oktober 2007

Dewan Perlu Tolak Pemkot

Oleh: FRANS OBON

SEJAK masyarakat mengetahui secara luas rencana pemerintah membentuk pemerintahan kota (pemkot), masyarakat menggelar aksi demonstrasi ke Dewan. Karena benteng terakhir dalam usaha pembentukan pemerintah kota itu ada di DPRD Ende.

Kita semua tahu bahwa dalam pembentukan atau pemekaran sebuah wilayah, prosesnya harus melalui tiga tahap yakni penjaringan aspirasi, kajian ilmiah, dan rekomendasi DPRD setempat. Dalam konteks pembentukan pemerintah kota Ende, dua tahap sudah dilakukan pemerintah. Tinggal tahap terakhir yakni rekomendasi DPRD Ende. Jika DPRD Ende memberikan rekomendasi persetujuannya, maka rencana pembentukan pemerintah kota ini akan diajukan ke pemerintah pusat. Lalu, rakyat menunggu realisasinya.

Namun, begitu masyarakat mengetahui dan membaca bahwa ada yang tidak beres dalam rencana pembentukan pemerintah kota itu, aksi demonstrasi penolakan pun tidak terhindarkan lagi. Masyarakat melihat ada proses yang tergesa-gesa di sini. Ada sesuatu yang disembunyikan. Yang paling kentara seturut pengakuan masyarakat adalah ada proses rekayasa dalam penjaringan aspirasi. Bahkan aspirasi ini tidak terekam di lembaga Dewan. Dari proses penjaringan aspirasi saja sudah ada yang tidak beres.

Di lain pihak pemerintah sudah melakukan kajian ilmiah sebagai salah satu syarat kelayakan pemekaran dan pembentukan sebuah wilayah baru. Seluruh proses dan metode kajian ini tidak semua diketahui masyarakat. Kajian yang dipesan pemerintah ini menyokong rencana pemerintah. Ini artinya rencana ini mendapat legitimasi ilmiah melalui penelitian ilmiah. Sudah diketahui secara luas kajian ilmiah sebagai pemenuhan syarat pembentukan wilayah selalu memberi legitimasi atas rencana si pemesan penelitian.

Melihat proses seperti ini, DPRD Ende harus mengambil sikap menolak rencana pembentukan pemerintah kota Ende sebelum seluruh masyarakat Kabupaten Ende mengambil bagian dalam rencana pembentukan pemerintahan kota ini.

Sejarah Kabupaten Ende mengajarkan kepada kita bahwa kabupaten ini dibentuk berdasarkan rembuk bersama dua etnik terbesar yakni Ende-Lio. Dua entitas sosial budaya ini membuat kesepakatan etis mereka membentuk kabupaten. Kalau sekarang pemerintah oleh karena kewenangannya mengusulkan pembentukan daerah baru mengabaikan kesepakatan etis ini, maka pemerintah sudah keliru langkah. Benteng terakhir adalah DPRD Ende. Sikap kita adalah sebaiknya DPRD Ende menolak.

*Flores Pos/Bentara/Pemkot/9 Oktober 2007

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Memang di akhir-akhir masa jabatannya Bupati Paulinus Domi membuat kebijakan yang sangat meresahkan masyarakat Ende. Saya tidak tahu mengapa dia dipilih jadi Bupati dan mengapa dpilih lagi. Padahal setahu saya dia bukan seorang pejabat yang akan menjadi bupati, karena ada banyak orang Ende-Lio yang lebih menonjol waktu itu.

Rencana agar kota Ende menjadi PEMKOT adalah ide yang baik, tetapi cara kerja Pemda meresahkan masyarakat. Pantas kalau menimbulkan pertanyaan dan curiga, karena iklim keterbukaan secara politik di Ende sudah menurun. Masing-masing pihak saling melirik mata dan menguping, saling curiga dan ada ketakutan akan politik balas dendam.

Memanga ada hal yang lebih penting dari pada menjadikan Ende PEMKOT. Lio Utara belum mendapat jatah yang layak dari prgram pembangunan. Kalaupun kota Ende dijadikan PEMKOT, maka ibukota kabupaten harus ke wilayah utara.

Trims.