24 September 2007

Prihatin Pendidikan di Manggarai

Oleh: FRANS OBON

Wakil Bupati Manggarai Kamelus Deno melaporkan situasi pendidikan di Manggarai yang dinilainya memprihatinkan di depan DPRD Manggarai sebagaimana tertuang dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Manggarai, Christian Rotok, Senin lalu. Angka-angka dalam pidato itu didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005. Angka-angka itu menunjukkan bahwa situasinya amat memprihatinkan. Namun kita belum mendapatkan gambaran jelas mengenai situasi pendidikan di bawah kepemimpinan Rotok-Deno dalam dua tahun terakhir.

Gejala umum pada masa era otonomi, bukan saja di Kabupaten Manggarai, namun hampir merata di seluruh Flores, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tidak saja menjadi kawah tempat penggodokan strategi pendidikan demi memacu mutu anak didik, tetapi sekarang menjadi tempat di mana perselingkungan politik dan kekuatan uang bersatu. Dinas ini sekarang sudah menjadi salah satu “dinas basah” di mana proyek-proyek pembangunan sarana dan prasarana lagi banyak. Demikian pula proyek pengadaan buku-buku sekolah. Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS). Ini menjadi sebuah daya tarik baru di dinas tersebut.

Tidak ada yang salah dengan semua ini karena kita memerlukan dana yang cukup untuk membangun sarana dan prasarana sekolah. Karena ini merupakan syarat yang utuh demi kemajuan pendidikan. Yang salah adalah orientasi kita dalam mengelola semua ini, yang bersumber dalam hati kita.

Dengan ini mau dikatakan bahwa keprihatinan pendidikan di Manggarai tidak saja soal sarana dan prasarana, meski pengadaan dan pengelolaannya masih terdapat kekurangan di sana-sini. Kita prihatin bukan saja soal kurangnya partisipasi anak-anak usia sekolah yang kurang. Pun kita prihatin karena mutu sekolah yang tidak beranjak naik, meski satu dua lembaga pendidikan mutunya luar biasa setidaknya dilihat dari hasil ujian akhir nasional.

Yang lebih memprihatinkan kita adalah lembaga pendidikan kita tidak lagi menjadi kawah tempat penggodokan siswa untuk menghayati nilai-nilai seperti kejujuran, kebaikan, keadilan, dan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia.

Korupsi, misalnya, berakar di dalam ketidakjujuran. Baku bunuh dalam konflik pertanahan berakar di dalam hati kita yang tidak lagi menghargai kehidupan. Pembabatan hutan terjadi karena kita kehilangan nilai harmonisasi dalam kehidupan baik terhadap alam maupun sesama. Kita seenaknya menjual di depan pertokoan tanpa memperhitungkan hak pemilik toko. Semua konflik sosial di Manggarai berakar di dalam krisis nilai. Inilah krisis terbesar dalam sistem pendidikan kita di Manggarai.

*Flores Pos/Bentara/Pendidikan 14–09–2007

Tidak ada komentar: