14 Maret 2016

Natal, Pilkada, dan Solidaritas

Oleh Frans Obon

MENJELANG Natal, pusat-pusat perbelanjaan baik pertokoan maupun swalayan di Ruteng sudah mulai dipadati para pembeli. Selain barang kebutuhan pokok, para pembeli memburu pernak-pernik Natal dan pakaian dan sepatu baru. Semua ini adalah rutinitas menjelang perayaan Natal setiap tahun. Hal ini tentu saja sisi lahiriah dari perayaan Natal. Namun gegap gempita Natal dalam hal-hal lahiriah seperti ini tidak boleh melupakan sisi kerohanian dari perayaan Natal.
Natal pertama-tama adalah solidaritas Allah dalam kehidupan manusia. Allah merasa solider dengan kehidupan manusia, Allah masuk ke dalam situasi manusia. Allah yang adalah cinta masuk ke dalam situasi kerapuhan dan kedosaan manusia dan Allah menebus kedosaan manusia agar manusia mendapatkan kembali fitrahnya yang telah dirusakkan oleh dosa.

Surat Gembala Advent dan Natal 2015 Keuskupan Ruteng mempertegas refleksi bahwa Allah adalah cinta, yang solider dengan situasi manusia. Oleh karena itu menurut surat gembala ini,  “Natal adalah peristiwa cinta mesra Allah kepada kita manusia. Karena cinta Allah menjadi manusia dan tinggal di tengah-tengah kita. Karena kasih-Nya yang begitu besar, Dia rela senasib dengan kita manusia, terlibat dalam suka duka hidup kita untuk mengantar kita menuju kepenuhan hidup ilahi. Karena belas kasih-Nya Dia tak segan masuk dalam lumpur kehidupan kita yang penuh dosa untuk menyucikan dan memberikan kepada kita masa depan baru yang indah”.
Keuskupan Ruteng, sebagaimana dirumuskan dalam Sinode III, telah menetapkan arah dasar Keuskupan Ruteng yakni persekutuan umat Allah yang beriman solid, mandiri, dan solider. Iman yang solid, mandiri, dan solider ini mesti nyata di dalam aneka gerakan dan program keuskupan. “Iman yang solid, mandiri, dan solider ini ingin kita wujudkan melalui aneka gerakan dan program pastoral dalam 10 tahun. Tahun pertama 2016, kita memusatkan diri pada liturgi”.
Iman yang solid tentu saja harus lahir dari perjumpaan dengan Allah. Iman akan Allah menjadi kokoh bila kita berjumpa dengan Allah terutama dalam liturgi. Sehingga tepatlah Keuskupan Ruteng memulai dengan liturgi dalam mewujudkan hasil-hasil kerja Sinode III yang telah berlangsung mulai dari 2013 hingga 2015.
Oleh karena itu pula tepat momennya bahwa Natal kali ini harus bisa memperkuat iman akan Allah dan meneguhkan kembali iman yang telah diterima secara turun temurun agar neka ngger le buru, ngger le tite, ngger lau buru, ngger lau tite, yang secara sederhana bisa dibilang iman kita tidak boleh  bergerak mengikuti arah angin. Tantangan terhadap iman pada zaman ini jauh lebih besar dan lebih kuat. Hanya dengan iman yang teguh, kita berdiri kokoh di atas wadas iman akan Allah yang senasib dan sepenanggungan dengan manusia. Dengan iman yang kokoh, pada akhirnya kita mandiri dalam segala hal. Gereja lokal menjadi mandiri dan terutama menjadi institusi yang independen, sehingga berperan sebagai penjaga iman dan moral yang memberi landasan kokoh bagi masyarakat demokratis.

Natal dan Pilkada
Natal dan Pilkada dikaitkan di sini sebagai sebuah lokus dari pergumulan kita dalam menjalankan dan menghayati Natal. Sebagaimana dikatakan Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng, Romo Martin Chen Pr di ruang kerjanya, Kamis (17/12), Pilkada harus dilihat sebagai sebuah pergumulan manusia. Seperti Natal adalah pergumulan Allah dalam situasi manusia, maka Pilkada hanyalah sebagai salah satu pergumulan dalam hidup bermasyarakat.
Oleh karena itu dalam konteks perayaan Natal kita mesti melihat Pilkada sebagai sebuah pergumulan iman. Tujuannya adalah agar politik Pilkada langsung yang sudah berlangsung selama 10 tahun lebih menghasilkan pemimpin yang mendapatkan kekuasaan dengan cara-cara yang lebih etis, lebih jujur, fair dan adil. Politik yang dihasilkan adalah politik yang lebih rasional, terbuka, dan beradab, sehingga politik layak disebut sebagai medan pengabdian dan panggilan untuk mengabdi.
Dengan demikian Pilkada hendaknya menjadi pergumulan Natal kita kali ini agar dalam perjumpaan dengan Allah kita melihat  semua konflik yang dilahirkan dari perbedaan pilihan politik harus dipandang sebagai bagian yang sah dari demokrasi yang tidak perlu dibawa-bawa dalam relasi sosial kita di masyarakat. Karena di sana kita menerima perbedaan sebagai hal yang lumrah.
Pilkada dan seluruh prosesnya menjadi pergumulan Natal bertujuan agar Pilkada menjadi kesempatan untuk membarui komitmen kita dalam bernegara, komitmen untuk menjadikan politik sebagai salah satu jalan mengabdi, dan jalan politik kekuasaan itu tidak dipenuhi cara-cara kotor, tetapi memuliakan hidup manusia. Karena tujuan tidak boleh menghalalkan cara. Itulah prinsip dasar dalam teologi moral Kristen. Tujuan harus diperoleh melalui cara-cara yang baik pula.
Paling penting dari semua itu adalah Pilkada tidak boleh merusak kohesi sosial dalam masyarakat. Bukahkah bantang cama reje leleng adalah fatsun budaya politik Manggarai yang sangat elegan dan bermartabat. Bantang cama reje leleng adalah modal sosial masyarakat Manggarai, yang ikut berkontribusi memajukan Manggarai saat ini. Modal sosial seperti ini tidak boleh dirusakkan oleh politik, yang hanya merupakan salah satu dari aspek kehidupan bersama kita.
 Solidaritas sosial adalah buah dari perayaan Natal karena bersumber dari solidaritas Allah terhadap kehidupan manusia. Hal ini penting dikemukakan karena sudah banyak contoh bahwa proses politik mulai dari Pilkada hingga Pilkades, perbedaan pilihan politik telah merusak kohesi sosial dan hal ini akan merusak masyarakat Manggarai sendiri dari dalam.
Rakyat Manggarai yang mendiami wilayah seluas 1.669,42 km² dan tersebsar di 11 Kecamatan, 17 Kelurahan dan 145  Desa tidak boleh rusak hanya karena perbedaan pilihan politik. Penduduk Manggarai yang per 31 Desember 2014 berjumlah 337.286 orang, dengan rincian laki -laki 168.049 orang dan perempuan 169.237 orang, hendaknya memandang perbedaan-perbedaan dalam hal apa saja sebagai pelangi yang indah dalam kehidupan. Lebih dari itu, jauh lebih penting, iman mempersatukan semuanya sehingga umat sehati sejiwa membangun Gereja Manggarai yang solid, mandiri, dan solider.*

Tidak ada komentar: