Oleh Frans Obon
Bagi rakyat Manggarai, terutama umat Katolik di Keuskupan Ruteng yang meliputi Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur, sudah jelas kiranya sikap Gereja Lokal Keuskupan Ruteng mengenai masalah tambang. Secara eksplisit, sebagaimana diberitakan media ini (Flores Pos, edisi 23 Juli 2010), Uskup Ruteng Mgr Hubert Leteng mengajak umat Katolik untuk sesuara dan sehati menolak pertambangan di seluruh wilayah keuskupan.
Kunjungan Uskup Hubert ke lokasi tambang mangan di Soga dan penanaman pohon perdamaian di sekitar lokasi tersebut, juga kata-kata terucap di dalam kotbah ekaristi, menunjukkan bahwa betapa keuskupan Ruteng selalu berdiri di sisi orang-orang yang terimpit dan terancam nasibnya oleh investasi yang merusak alam dan yang pada akhirnya akan menyingkirkan masyarakat dari tanahnya sendiri.
Uskup melihat masalah pertambangan dalam konteks relasi manusia dengan alam ciptaan. Berkali-kali dia minta masyarakat untuk konsisten menolak tambang karena merusak tanah dan alam lingkungan sebagai sesama ciptaan. Rasa hormat manusia tidak saja dalam kaitannya dengan sesama tetapi juga dengan alam.
Kalau kunjungan ini disatukan dengan perayaan ekaristi dengan tema ekologi, maka hal ini juga menunjukkan bahwa kemeriahan perayaan ekaristi sebagaimana lazimnya di Flores harus membuahkan perubahan sikap terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Iman yang benar adalah iman yang menggerakkan orang untuk melakukan kebaikan bersama. Dengan demikian masalah pertambangan harus pula direfleksikan dalam terang Sabda Allah dan dalam kesatuan komunitas tanpa sekat agama dan suku.
Konsekuensi dari konsep komunitas ini adalah bahwa masalah tambang tidak pertama-tama menjadi masalah orang-orang yang berada di lingkar tambang atau orang-orang yang lahannya akan dijadikan lokasi tambang, melainkan masalah seluruh masyarakat Manggarai sebagai sebuah komunitas. Masalah pemerintah dan masalah masyarakat luas.
"Iman yang benar adalah iman yang menggerakkan orang untuk melakukan kebaikan bersama. Dengan demikian masalah pertambangan harus pula direfleksikan dalam terang Sabda Allah dan dalam kesatuan komunitas tanpa sekat agama dan suku".
Hal ini tentu saja akan mengharuskan pemerintah untuk bertindak berdasarkan kewenangannya menghentikan semua aktivitas pertambangan dan tidak mudah memberikan izin kuasa pertambangan kapanpun. Sebab tindakan mereka akan berdampak serius bagi masyarakat lokal.
Dalam konteks kehidupan Gereja Flores yang masih hirarki-sentris, kunjungan Uskup Hubert ke lokasi tambang harus dapat menghilangkan semua keraguan di kalangan para pastor dan umat Katolik soal tambang.
Semua pastor hendaknya pula seia dan sekata dalam masalah tambang ini. Dan mulai dari sekarang dan ke depannya masalah lingkungan harus menjadi salah satu prioritas pastoral.
Uskup Hubert telah bicara dengan terang benderang. Maka tidak boleh ada lagi keraguan untuk bersikap. Umat Katolik dengan karisma yang mereka miliki mewujudnyatakan ajakan ini dalam tugas dan peran mereka masing-masing dan menyatukan langkah dan tekad untuk bersikap dan bertindak tegas dan jelas.
Gerakan ini hendaknya pula merangkul semua orang yang berkehendak baik lintas agama dan lintas batas untuk melihat bahwa masalah tambang dan masalah lainnya ke depan adalah masalah kita bersama.
Bentara, edisi 24 Juli 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar