06 September 2009

Dari Nusa Bunga

Oleh Frans Obon

TIDAK terasa Harian Flores Pos, harian pertama di Flores, telah berusia sepuluh tahun pada tahun 2009 ini. Tentu tidak untuk menepuk dada bahwa dalam usia tersebut, Harian Flores Pos sudah memberikan kontribusi bagi perjalanan masyarakat Flores dalam mengasah nalar, dalam mendapatkan hiburan yang sehat dan menjadi medium pendidikan berdemokrasi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Banyak isu-isu lokal yang penting yang diangkat Harian Flores Pos dan bahkan kemudian isu-isu tersebut menjadi isu nasional.

Ambillah contoh. Jajak pendapat di Timor Timur yang dimenangkan kelompok pro-kemerdekaan memberikan kita satu residu dari masalah tersebut: selain masalah pengungsi, tetapi juga pemindahan Korem dari Dili ke Flores. Harian Flores Pos, bayi yang baru lahir kala itu – Flores Pos lahir 9 September 1999 -- harus berhadapan dengan kegelisahan masyarakat Flores mengenai pemindahan Korem. Dia memilih menjadi penyambung lidah yang kelut dari masyarakat Flores. Diskusi pemindahan Korem telah menjadi diskusi hangat pada masa-masa itu. Diskusi kemudian sampai pada satu titik tertentu pada masa itu: perlukah fungsi teritorial dari TNI dipertahankan? Diskusi ini hangat dibicarakan di tingkat nasional pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid.

Isu lain yang menjadi penting bagi bayi Flores Pos pada masa itu adalah masalah rabies. Rabies yang tidak pernah tuntas sampai sekarang merupakan hal baru bagi masyarakat Flores. Kematian yang beruntun di beberapa wilayah terutama Ngada dan Ende dan sekarang merata di seluruh Flores telah menggoncangkan sendi-sendi sosial dan budaya. Dari sesuatu akrab menjadi sesuatu yang menakutkan. Anjing adalah binatang peliharaan yang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat Flores tetapi tiba-tiba menjadi sesuatu yang menakutkan bagi kehidupan mereka. Anjing menjadi binatang yang mesti diwaspadai dan dijauhi. Flores Pos terus menerus mengingatkan pemerintah dan semua orang agar penanganan rabies perlu diprioritaskan baik dalam kebijakan maupun dalam alokasi dana. Flores Pos menentang rencana studi banding DPRD ketika masyarakatnya berhadapan dengan masalah rabies.

Pemekaran wilayah adalah juga menjadi isu penting. Harian Flores Pos mendorong pemekaran wilayah terutama kabupaten. Ini menjadi salah satu agenda penting. Obsesi kita pada waktu itu adalah mendorong proses demokratisasi di tingkat lokal. Pemerintahan yang demokratis, yang dicita-citakan oleh reformasi mesti bertumbuh dan berkembang di tingkat akar rumput. Perubahan operasi administrasi birokrasi pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi adalah jalan menuju pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di tingkat lokal. Meski kita sekarang ini harus menerima kenyataan bahwa daerah-daerah pemekaran baru dibajak oleh elite lokal sendiri untuk kepentingan mereka.

Tambang adalah juga masalah yang mendapat perhatian serius koran ini. Harian ini menangkap dengan jelas dan serius kegelisahan petani-petani Flores dan Lembata yang takut kehilangan lahan pertanian karena eksplorasi dan eksploitasi tambang. Pengambil kebijakan di daerah ini dengan tujuan mensejahterakan rakyat menggandeng investor tambang, tetapi kebijakan ini justru menimbulkan kegelisahan di kalangan para petani terutama mengenai lahan pertanian mereka. Para petani takut janji-janji kesejahteraan dari investasi tambang itu tidak terpenuhi, malah berakibat fatal bagi kehidupan mereka karena mereka akan kehilangan lahan pertanian. Mungkin akan kehilangan segalanya karena pemulihan tanah akibat pertambangan adalah sesuatu yang makan waktu dan mungkin juga sesuatu yang mustahil akan terjadi.

Banyak kegelisahan masyarakat Flores dituangkan secara jernih – mungkin kadang-kadang keras dan tidak melingkar-lingkar atau merangkak seperti kepiting. Bolehlah dibilang Harian Flores Pos mengekspresikan cara orang Flores dan Lembata menyampaikan pendapatnya: lugas, tegas, dan to the point. Tentu ini kadang-kadang menyakitkan. Mungkin karena di zaman serba bisa dibeli ini kebenaran sulit didapatkan dan kebenaran mesti diperjuangkan.

Kita tidak bisa mengingkari bahwa Flores Pos bisa seperti pedang. Ada yang tertusuk, ada yang terluka, dan ada yang terhibur. Tetapi media ini dibangun tidak untuk tujuan itu. Tujuan utamanya adalah agar kehidupan masyarakat Flores dan Lembata semakin berkualitas, semakin baik, dan semakin menampakkan wajah kemanusiaan. Wajah masyarakat Flores yang egaliter, toleran, demokratis, berbudaya, dan menghargai dan mempertahankan nilai-nilai kultur mereka yang baik. Media hanya membantu agar masyarakat Flores mendapatkan bahan pertimbangan yang lebih baik dalam mengambil keputusannya. Media hanya membantu masyarakat mendapatkan informasi yang bermutu, mengetahui duduk soal suatu masalah, dan memberikan berbagai perspektif dalam melihat masalah. Pada akhirnya masyarakat sendirilah yang menentukan, yang mengambil keputusan apa yang terbaik bagi kehidupan mereka bersama sebagai masyarakat, bangsa dan negara.

Semua cita-cita mulia ini dilalui dalam berbagai cara dan situasi. Ibarat seorang penabur yang menaburkan benih: ada benih yang jatuh di atas tanah yang subur, ada benih yang jatuh di pinggir jalan, ada yang jatuh di atas batu, ada yang jatuh di jalan sehingga mati terinjak orang. Ada benih yang tumbuh subur tetapi ada pula yang tumbuh di antara ilalang. Media menjembatani dan membawa kegelisahan dan kemarahan ke tengah publik. Di wilayah publik itulah masyarakat mendiskusikannya dan menanggapinya. Persepsi bisa berbeda. Tetapi justru karena itulah ada kekayaan dalam memandang satu masalah. Di situlah tumbuh demokrasi, tempat di mana perbedaan pandangan dan ideologi bertaut satu sama lain dan diterima sebagai sesuatu yang wajar dan lumrah. Di situ kehidupan menjadi lebih kaya dan berwarna. Tetapi kalau di wilayah publik hanya ada tafsiran tunggal maka otoritarianisme bertumbuh dan berkembang di sana. Kehidupan akan berubah menjadi kerdil. Kualitas kehidupan pun akan menurun.

Jika kita menelusuri sejarah pers di Flores dan Lembata -- mungkin umumnya di Nusa Tenggara Timur – maka akan segera tampak bagi kita bahwa sejarah pers di wilayah ini adalah sejarah jatuh bangun. Satu tumbuh hilang berganti. Pemiliknya bukan berasal dari kelompok raksasa industri pers, melainkan lahir dari serba-keterbatasan dalam hal modal, sumber daya manusia, dan fasilitas. Pers di Flores lahir dari visi dan misi untuk mencerdaskan masyarakat Flores meski tumbuh di dalam situasi serba terbatas.

Seperti di dalam sejarahnya, pers dan dunia perbukuan tumbuh berkat kemajuan di bidang mesin cetak. Mesin cetak memunculkan revolusi di dalam industri komunikasi dan meretas jalan baru bagi konstruksi hubungan sosial di dalam masyarakat. Pertumbuhan pers di Flores-Lembata juga tidak terlepas dari kehadiran mesin cetak. Percetakan Arnoldus Nusa Indah hadir pertama kali tahun 1925. Sejak itu sampai sekarang mesin percetakan Arnoldus Nusa Indah tidak pernah berhenti mencetak bahan-bahan bacaan bermutu bagi masyarakat Flores khususnya – dalam sejarahnya hasil cetakan Percetakan Arnoldus menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Majalah bulanan Bintang Timoer yang sebelumnya dicetak di Yogyakarta pada tahun 1928 mulai dicetak di Percetakan Arnoldus. Berturut-turut Bentara dan Anak Bentara. Majalah Dian dan sekarang Flores Pos.

Sejarah pers di Flores dan Lembata (juga NTT) akhirnya memberikan kita gambaran utuh bahwa ada usaha tanpa henti untuk mencerdaskan masyarakat Flores dan Lembata khususnya dan NTT umumnya. Ada usaha serius bahwa diperlukan alat yang kita sebut media untuk mengontrol penggunaan kekuasaan publik agar dia diabdikan sepenuhnya bagi kesejahteraan umum. Ada alat kontrol agar hukum tidak diselewengkan karena kalau diselewengkan akan melahirkan ketidakadilan. Ada alat kontrol agar masyarakat tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah mereka tetapi menggunakan cara-cara demokratis. Ada alat kontrol agar kehidupan bersama menjadi lebih demokratis dan lebih bermutu. Ada alat kontrol agar masyarakat bisa tahu bahwa pluralisme adalah sesuatu yang lumrah. Kontrol ini akan berjalan timbal balik yakni masyarakat juga mengontrol media agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya.

Dari Nusa Bunga untuk Nusantara adalah ikhtiar bahwa Flores Pos ikut ambil bagian dalam membangun karakter bangsa Indonesia (nation building) yang demokratis. Orang Flores akan terus berjuang tanpa henti untuk terus ambil bagian dalam membangun karakter bangsa Indonesia. Meskipun jalan ke arah itu tidak selalu mudah.


Flores Pos, edisi 5 September 2009

Tidak ada komentar: