16 Juni 2008

Semua Masalah Punya Jalan Keluar

Oleh FRANS OBON

Koperasi Kredit (Kopdit) Sinar Harapan pernah merayap di kaki gunung Inerie. Koperasi yang didirikan 1 Oktober 1982 ini, yang terletak di bawah kaki gunung Inerie hampir 90 persen anggotanya petani dan nelayan.

Roda koperasi dilumpuri kredit macet, sehingga jalannya terseok-seok. Periode 1982-1986 adalah sebuah episode yang pahit. “Pengalaman ini tidak boleh terulang kembali dan saya tidak mau hal ini terjadi lagi,” tekadnya.
Tetapi Manajer Kopdit Sinar Harapan Yohanes Soba mengatakan, tidak ada masalah yang tidak punya jalan keluar. Dia begitu yakin dengan hal itu. Karena itu ketika berhadapan dengan kredit macet yang memang sering menjadi momok lembaga keuangan, dia konsisten menjalankan komitmen bersama koperasi yakni meminimalkannya.
Dia sadar bahwa tantangan terbesar dalam mengelola koperasi kredit adalah kredit macet. Belajar dari pengalaman masa lalu, agar tidak terantuk dua kali pada batu yang sama, dia sangat ketat menerapkan sita jaminan kredit. “Inilah cara terbaik menyelamatkan kredit macet dalam koperasi,” katanya, Rabu (23/1).
Saat ini, katanya, dia menyita empat sertifikat tanah dan dua kendaraan roda enam yang menjadi jaminan kredit anggota. Hal ini dilakukan karena telah menjadi komitmen bersama anggota. Dia mengatakan, tindakan menyita jaminan tidak serta merta dilakukan. Anggota diberi kesempatan 3 kali dan diberi teguran tiga kali. Lewat dari itu, pengurus akan menyita jaminan kredit. Tindakan ini tidak pandang bulu karena koperasi menerapkan secara ketat asas kesamaan dan solidaritas.
“Kredit macet akan terus menjadi tantangan kami ke depan, sehingga pengurus akan terus berjuang meminimalkannya dengan pendekatan kelompok dan pendekatan pelayanan kepada anggota. Saya percaya tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluar,” katanya.
Strategi ke depan, katanya, adalah manajemen meningkatkan skill manajerial, melakukan efisiensi, sarana dan prasarana kantor yang memadai, dan manajemen profesional.
Yohanes, yang tamat SMEA PGRI Bajawa 1984 berjanji akan terus mengembangkan semangat kebersamaan di kalangan anggota. Dia ingin mendorong anggota koperasi untuk merencanakan kehidupan masa depan mereka dengan menciptakan produk masa depan.
“Masalah kami adalah tingkat drop out yang tinggi. Bagaimana masyarakat ke depan memiliki pendidikan yang baik, maka kami menciptakan produk Sibudi dengan bunga 15 persen per tahun,” katanya.
Suami dari Marselin Bhoki dan ayah dari Maria Angela Tai, Bertho Megu, dan Kristin Wea ini tidak saja ingin membangun kepercayaan dari anggota koperasi, tapi juga kepercayaan dari keluarga. Dia merencanakan masa depan anak-anaknya dengan memasukkan mereka jadi anggota koperasi. Karenanya dia juga ingin merangkul sebanyak mungkin orang untuk menjadi anggota koperasi.
“Saya amat menekankan likuiditas 10 persen, artinya jika anggota datang meminjam, tak ada alasan tidak ada uang. Selalu ada uang,” katanya.
Tantangannya ke depan makin besar karena sekarang dia mengelola aset Rp7,4 miliar lebih, simpanan saham Rp5 miliar lebih, dan kredit beredar di 1.865 anggota Rp6,3 miliar lebih. *

Rencanakan Masa Depan

Aloysius Egho Una berperawakan kecil, namun komitmen sosialnya tinggi. Sebagai manajer koperasi kredit (Kopdit) Boawae, Kabupaten Ngada dia memiliki tanggung jawab mengelola koperasi yang memiliki aset Rp12,8 miliar lebih, simpanan saham RRp5,3 miliar lebih dan kredit beredar pada 2.854 anggota sebesar Rp9,7 miliar lebih. Koperasi ini didirikan 4 Januari 1974 dengan anggota awal 63 orang.
Tantangan terbesar koperasi, katanya, adalah pengelolaan yang profesional. Animo masyarakat menjadi anggota koperasi makin besar, tapi sejalan dengan itu koperasi juga dituntut dikelola dengan manajemen profesional, pelayanan yang efisien, dan efektif.
“Saya melihat satu tantangan lainnya yang kami hadapi adalah bagaimana menekan pinjaman yang konsumtif sifatnya. Pinjaman konsumtif untuk urusan adat, misalnya,” katanya.
Karena itu dia menaruh perhatian pada program microfinance yang tengah dikembangkan koperasi. Tujuannya tidak lain adalah bagaimana kredit yang diperoleh dari koperasi dipakai untuk usaha-usaha produktif.
”Kami memberi pemahaman kepada anggota bahwa kredit konsumtif sama sekali tidak membantu mereka merencanakan masa depan yang baik. Membiayai pendidikan anak-anak, diperlukan tabungan sekitar 10-15 tahun.,” ujarnya, Rabu (23/1).
Pemahaman lain yang diberikan adalah, “Sekarang kita bekerja untuk mendapatkan uang, nanti uang akan bekerja untuk kita,”. Berarti anggota diajak untuk merencanakan hari tua mereka dengan lebih baik melalui koperasi.
Menunjang obsesi ini, koperasi mau menajamkan kembali skill manajerial pengurus dan memaksimalkan pelayanan. “Kami akan membangun kantor yang baik dan menciptakan sistem pelayanan yang juga baik. Kami akan mengangkat 4 teller, membentuk jaringan lokal dan berbagai pelatihan untuk memenangkan kompetisi dengan lembaga keuangan lainnya,” katanya.
Suami dari Maria Theresia Una dan ayah dari Bonafantura YS Mola dan Leo Bhala ini mengatakan, obsesi dia adalah membangun kesejahteraan anggota. Karena itu dia akan memotivasi anggota untuk menabung, menghindari sikap boros, kerja keras dan memberikan kedamaian di masa depan. Di lain pihak koperasi menawarkan berbagai produk yang menarik. “Kami mau kopdit ini aman, terpercaya, dan profesional,” katanya.
Alo yang tamat dari SMEA Yos Ende 1988 ini amat menekankan pentingnya disipilin. Moto hidupnya adalah disiplin diri dan mencintai keluarga. Prinsip hidup ini ingin dia laksanakan dalam memenej koperasi yakni disiplin. Bagi dia, inilah kunci keberhasilan koperasi.

Tidak ada komentar: