27 Februari 2008

Diskusi Sertifikasi Guru (1)

Kue Sertifikasi

Guru-guru di tingkat lokal kelabakan dengan sertifikasi guru. Dari tidak siap sampai rasa cemburu.

Oleh FRANS OBON

Pemerintah memberi kue kesejahteraan kepada para guru, tetapi dengan syarat. Itulah kesan sepintas yang dirasakan para guru dalam diskusi bulanan yang digelar Harian Umum Flores Pos bekerja sama dengan Universitas Terbuka UPBJ Ende, Sabtu (16/2), di aula Bung Karno Penerbit Nusa Indah.

Pembicara dalam diskusi ini adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende Don Bosco Wangge, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Amatus Peta, Koordinator Universitas Terbuka UPBJJ Kupang di Ende Irama Pelaseke, dan moderator Frans Obon (Flores Pos). Peserta diskusi sekitar 40 orang, datang dari berbagai lembaga pendidikan (lembaga pendidikan dasar hingga perguruan tinggi) dan yayasan-yayasan, serta para guru dan pengawas sekolah.
Diskusi ini ingin menolong guru sekaligus membangun solidaritas di antara para guru (guru menolong guru) untuk mengatasi kendala yang mereka hadapi dalam merespons sertifikasi guru. Diskusi mau mencari berbagai alternatif solusi agar para guru memenuhi standar dan portofolio sebagaimana disyaratkan pemerintah.
Tiga pembicara mengantar peserta untuk mendiskusikan kendala, peluang dan kemungkinan solusi yang diambil. Mengantar diskusi, Don Bosco Wangge menilik masalah ini dari perspektif pemerintah. Paling tidak apa strategi pemerintah untuk mendorong para guru memenuhi standar portofolio yang ditetapkan pemerintah karena bagaimanapun dinas pendidikan berkepentingan langsung dengan program sertifikasi, peningkatan mutu pendidikan dan penambahan pendapatan para guru.
Amatus Peta melihatnya dari perspektif organisasi para guru. Undang-Undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen juga bagian dari hasil perjuangan PGRI. Paling tidak, PGRI juga ikut merasa bertanggung jawab dan mendorong para guru untuk memanfaatkan peluang sertifikasi untuk meningkatkan mutu guru, mutu pendidikan, dan menambah penghasilan para guru. Dalam wadah PGRI, para guru membicarakan peluang yang mereka bisa gunakan untuk memaksimalkan usaha memenuhi persyaratan sertifikasi ini.
Irama Pelaseke membicarakan peluang terpenuhinya syarat kualifikasi akademik bagi para guru, terutama di tingkat pendidikan dasar dan menengah yang belum memiliki ijazah strata satu. Universitas Terbuka menyediakan peluang tanpa harus mengorbankan anak didik. Artinya para guru masih bisa mengajar sehingga anak didik tidak dirugikan, namun di sisi lain tetap mengikuti program pendidikan di Universitas Terbuka.

Syarat Portofolio
Ada sepuluh syarat portofolio yang harus dipenuhi. Kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikusertaan dalam forum ilmiah, pengalaman di organisasi bidang pendidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Kualifikasi akademik menyangkut tingkat pendidikan formal yang telah dicapai sampai guru bersangkutan mengikuti sertifikasi baik pendidikan Strata Satu (S1) maupun D4 (post graduate diploma) baik di dalam negeri maupun luar negeri. Bukti fisik yang dikumpulkan adalah fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi oleh perguruan tinggi yang mengeluarkannya atau oleh Dirjen Dikti untuk ijazah/sertifikat luar negeri.
Sedangkan pendidikan dan pelatihan menyangkut pengalaman mengikuti pendidikan dan pelatihan pengembangan atau peningkatan kompetensi dalam menjalankan tugas sebagai pendidik. Bukti yang harus disertakan adalah fotokopi sertifikat/surat keterangan yang telah dilegalisasi oleh atasan.
Pengalaman mengajar yakni masa kerja guru sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga berwenang. Buktinya adalah fotokopi Surat Keputusan (SK) yang telah dilegalisasi atasan.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran menyangkut perencanaan yakni persiapan mengelola pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kelas pada setiap tatap muka. Buktinya adalah dokumen perencanaan pembelajaran (RP/RPP)/SP) yang diakui atau disahkan atasan. Pelaksanaan pembelajaran adalah menyangkut kegiatan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas. Bukti fisik yang dimintai adalah dokumen hasil penilaian oleh kepala sekolah dan atau pengawas dengan menggunakan format penilaian yang telah disediakan.
Penilaian dari atasan dan pengawas diberikan oleh kepala sekolah atau pengawas terhadap kompetensi kepribadian dan sosial guru. Bukti fisiknya adalah hasil penilaian dengan menggunakan format penilaian yang telah disediakan dan dilampirkan dalam amplop tertutup.
Prestasi akademik terkait prestasi yang diperoleh para guru terkait dengan bidang keahliannya dan mendapat pengakuan dari lembaga/panitia penyelenggara. Komponen ini meliputi lomba dan karya akademik, instruktur, tutor, guru inti, dan pembimbing kegiatan siswa. Bukti fisiknya adalah fotokopi piagam penghargaan/sertifikat, surat keterangan yang telah dilegalisasi oleh atasan.
Karya pengembangan profesi berupa buku yang dipublikasikan, artikel yang dimuat di media massa, jurnal, buletin, modul, laporan penelitian tindakan kelas (individu dan kelompok) karya seni (patung, rupa, tari, lukisan). Bukti fisiknya adalah keterangan dari pejabat yang berwenang.
Pengalaman organisasi bidang pendidikan dan sosial berupa menjadi pengurus organisasi pendidikan dan sosial atau mendapat tugas tambahan, pengurus organisasi di bidang pendidikan antara lain Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI); pengurus organisasi sosial seperti RT/RW, LMD/BPD; tugas tambahan antara lain kepala sekolah, ketua jurusan, kepala lab/bengkel studio; Bukti fisiknya adalah surat keputusan atau surat keterangan dari pihak berwenang.
Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan seperti penghargaan karena dedikasi dalam menjalankan tugas, komitmen, etos kerja. Bukti fisiknya adalah fotokopi sertifikat/piagam/surat keterangan yang telah dilegalisasi atasan.

Rumah Kaca
Di tingkat lokal sertifikasi ini sebuah batu besar yang memerlukan energi yang lebih besar pula untuk menggulingkannya. Ketua PGRI Amatus Peta mengibaratkan para guru yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi sebagai orang yang tinggal di dalam rumah kaca yang hanya menonton para guru yang memenuhi syarat menikmati kue sertifikasi.
Penghuni rumah kaca itu sebagian besar guru-guru di tingkat pendidikan dasar yang belum menyandang ijazah strata satu atau Diploma IV (D4). Memenuhi syarat kualifikasi akademik, tidak ada jalan lain selain mereka harus melanjutkan pendidikan. Namun pilihan inipun bukan perkara mudah.
Guru-guru yang telah berusia di atas empat puluhan memikul beban ganda. Pada usia itu anak-anak mereka sudah ada yang berada di bangku kuliah. Sulit rasanya mengatur pendapatan untuk membiayai anak kuliah dan membiayai diri sendiri agar memenuhi syarat akademis bagi yang belum strata satu dan D4. Lebih lagi guru-guru yang sudah berusia kritis di atas 52 tahun.
Konsekuensi dari ketidakmampuan memenuhi syarat portofolio ini besar yakni guru bersangkutan akan ditempatkan sebagai staf atau tidak akan berhak mengajar lagi di depan kelas. “Haknya sebagai pegawai negeri sipil tidak dihilangkan, tapi yang bersangkutan menjadi staf,” kata Don Bosco Wangge.
Persyaratan ini, jika dipenuhi semua, memang akan mampu meningkatkan mutu guru dan mutu pendidikan. Sertifikasi menekankan pentingnya kompetensi pedagogik, kepribadian (sehat rohani dan jasmani) dan interaksi sosial. Sertifikasi ini tidak saja menuntut kompetensi akademis namun kualitas kepribadian guru amat dituntut, komitmen menyiapkan bahan ajaran dengan serius.
Bahkan Theo Uheng yang sekarang satu-satunya guru yang bisa naik ke IVA dan sebagai asesor mengatakan, menghindari manipulasi bukti persiapan bahan ajaran, dia menuntut tulisan tangan untuk mengecek apakah betul ini huruf guru yang bersangkutan atau hanya kopian dari komputer. “Sebab sekarang gampang sekali”.

Tidak Siap
Keluhan lain yang mencuat dalam diskusi ini adalah para guru tidak siap. Ada banyak sebab. Ada yang mengeluh kurangnya sosialisasi sehingga banyak para guru yang tidak tahu.
Sosialisasi sudah dilakukan, jawab Don Wangge, ketika Kasek SMA Negeri 2 Hendrik Sengi dan Lunik Widyawati, seorang pengawas sekolah mengeluh kurangnya sosialisasi. Khusus untuk para pengawas, sambung Don Wangge, di Kantor Dinas P dan K ada internet. Tiap saat siapa saja bisa menggunakannya dan silakah print out sebab di sana ada kertas. Namun Don Wangge mengakui, Dinas tidak dapat berbuat banyak karena anggaran untuk sosialisasi sertifikasi guru tidak ada.
Bukan saja soal sosialisasi, tapi juga kesiapan para guru itu sendiri. Sebagian besar para guru tidak terlalu terampil untuk menyimpan semua dokumen-dokumen sehingga ketika diperlukan amat sulit dicari. Selain itu para guru yang pernah ikut kegiatan akademik seperti pelatihan, seminar, diskusi, dan kegiatan sejenisnya tidak mendapatkan sertifikat sebagai bukti. Akibatnya para guru sulit memenuhi persyaratan yang ada, bukan berarti mereka tidak pernah mengikuti kegiatan yang bisa meningkatkan kemampuan kompetensi mereka. “Inilah saatnya para guru untuk terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan,” ajak Amatus Peta.
Peserta diskusi yang sebagian besar para guru ini mengaku bahwa kompetensi untuk karya tulis, penulisan buku, masih sukar dilakukan. Peluang kerja sama bisa dilakukan di sini antara Flores Pos dan Penerbit Nusa Indah dan PGRI serta Dinas Pendidikan. Kerja sama yang sinergis akan dapat membantu para guru memenui syarat portofolio.*

Flores Pos | Feature | Sertifikasi Guru
|20 Februari 2008 |

Tidak ada komentar: