18 November 2007

Mengisi Daerah Baru

Oleh FRANS OBON

Sabtu (27/1) lalu, Harian ini mengundang dokter Johanes Don Bosco Do, seorang mantan birokrat yang juga sudah lama berada di hulu kebijakan pemerintahan dalam sebuah diskusi bulanan. Dia diberi kesempatan untuk menyampaikan gagasannya mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengisi daerah baru itu. Ada 20 orang hadir dalam diskusi ini. Semua orang yang hadir diberi kesempatan untuk berbicara dan mengemukakan pendapatnya. Sehingga sejak awal Harian ini membatasi jumlah peserta diskusi.

Ada banyak gagasan cerdas yang disampaikan dalam diskusi ini baik dari Johanes Don Bosco maupun dari peserta diskusi. Di balik diskusi terbatas bulanan ini, Harian ini ingin mendorong agar wacana intelektual di Flores makin menguat sehingga dengan itu masyarakat dibantu untuk membuat keputusan-keputusan yang cerdas. Jika ruang-ruang publiknya ditaburi wacana intelektual yang cerdas, maka masyarakat akan dengan mudah mengambil keputusan. Itulah yang menjadi sasaran dari Harian ini.
Dengan demikian, di tengah keraguan mengenai sumber daya manusia Flores, kita ingin agar diskusi ini menjadi ajang menghimpun kekuatan intelektual yang ada pada masyarakat kita. Sehingga Harian ini hanyalah forum di mana lalulintas ide itu bisa ditampung, digodok, dan disajikan ke masyarakat.
Pertanyaan mendasar dalam pemekaran daerah baru itu adalah untuk kepentingan siapa daerah baru itu dimekarkan. Betapapun ada keinginan kuat untuk menyeimbangkan excecutive heavy selama orde baru dengan legislative heavy serta civil society di satu sisi, tetaplah birokrasi memegang peranan penting. Sebagaimana dikatakan Johanes Don Bosco Do, peranan birokrat amat dominan dalam pemekaran daerah itu, sehingga birokrat yang paling berkepentingan di sana. Kalau demikian, maka elite birokrat termasuk elite politik dituntut untuk tidak membuat daerah baru itu sebuah kapling baru atau semacam kue yang mesti dibagi-bagikan karena rasa lapar yang ngeri.
Untuk mengembalikan pemekaran daerah baru ke fitrahnya yang asli, tentu saja diperlukan kepemimpinan yang kuat. Itulah intisari terpenting lainnya dari diskusi itu. Kerena kebijakan apakah pro rakyat atau tidak, lahir dari tangan seorang pemimpin. Dialah yang bergerak di hulu kebijakan. Kalau hulunya kurang jernih, penuh kepentingan, penuh dengan KKN, bermain di air keruh, maka jelas hilirnya akan keruh, penuh dengan intrik kekuasaan, berlumuran dengan korupsi, nepotisme, dan kolusi, dan politik balas jasa. Di sinilah pentingnya kita memilih pemimpin yang tidak saja baik hati, melainkan cerdas untuk menentukan kebijakan yang tepat demi kemakmuran rakyat. Sehingga Kualitas kepemimpinan adalah salah satu faktor yang menentukan apa isi dari daerah baru itu.

Flores Pos Bentara Pemekaran Daerah
1 Februari 2007



Tidak ada komentar: