17 September 2007

Studi Banding Tambang DPRD Lembata

Oleh: FRANS OBON

DPRD Lembata melakukan studi banding (stuba) di kabupaten atau wilayah pengelolaan tambang baik di Minahasa, Sulawesi Utara maupun di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Yang menariknya adalah studi banding itu dilakukan di daerah pertambangan di mana Merukh Enterprises yang hendak melakukan penambangan emas dan tembaga di Lembata memiliki saham. Artinya DPRD Lembata melakukan studi banding mengenai pengelolaan tambang di perusahaan tambang yang sebagian sahamnya juga dimiliki Yusuf Merukh.

Hal menarik lainnya dari studi banding itu adalah DPRD Lembata tidak transparan mengenai biaya studi banding itu. Hal itu terlihat dari sikap Ketua DPRD Lembata Petrus Boliona Keraf yang marah ketika anggota DPRD Lembata Aloysius Uri Murin mempertanyakan sumber dana dan besarnya dana. Menurut Keraf, pertanyaan ini sama saja membuka aib Murin sendiri.

Hasil studi banding itu dilaporkan dan dibacakan di depan sedang paripurna khusus Sabtu (15/9). Dari laporan-laporan yang dibacakan itu, sudah tampak jelas bahwa DPRD menyetujui rencana penambangan emas dan tembaga di Lembata. Bahkan DPRD mengutip hasil stubanya sendiri bahwa tambang memberikan kesejahteraan pada rakyat. Bahkan kekhawatiran akan bahaya tambang sebagaimana disuarakan rakyat yang menolak sama sekali tidak ada.

Sudah sejak awal studi banding ini diragukan objektivitasnya. Studi banding tidak sama dengan sebuah penelitian ilmiah. Yang ilmiah memiliki sampel yang jelas dan metodologi yang jelas sehingga seluruh proses dan metodologinya bisa diuji kembali secara ilmiah. Sebuah penelitian ilmiah mengedepankan metode dan teknik pengumpulan data sehingga seluruh metodologinya dapat diuji kembali.

Berbebda halnya dengan studi banding. Tim studi banding mendengar penjelasan dari orang-orang yang dikunjungi dan melihat-lihat dari dekat. Objektivitas dari pandangan dan penjelasan itu tidak dapat dijamin. Apalagi kalau mereka mendapatkan penjelasan dari orang yang sedang bertujuan mau mengelola tambang di daerah tim studi banding.

Kesan tidak bisa dijadikan landasan untuk mendapatkan rasionalitas dari semua rencana tambang itu. Apalagi dilihat dari laporan Dewan, sebagaimana kesan masyarakat yang hadir hampir tidak berbeda dengan materi sosialisasi yang dilakukan tim pemerintah dan investor. Sebab itu hasil stuba diragukan sekali objektivitasnya. Jika hanya karena kekuasaan yang dimiliknya Dewan dan pemerintah terus memaksakan tambang, maka rakyat sebagai tahta dari kekuasaan itu hanya bisa menangis. Dengan ini legitimasi moral dari keputusan itu patut dipertanyakan.
Flores Pos Bentara 14 –09 –2007

Tidak ada komentar: