12 Mei 2014

Agama Flores, Politik Flores

Oleh Frans Obon

April  2012, saya menerbitkan sebuah buku berjudul: Agama Flores, Politik Flores, setebal 480 halaman yang diterbitkan Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores. Buku ini diberi Kata Pengantar oleh Pater Dr John Dami Mukese SVD, Pemimpim Umum Harian Flores Pos, berbasis di Ende. Politik Passing Over adalah judul Kata Pengantar buku tersebut. Judul Kata Pengantar ini sebetulnya dimaksudkan menjadi judul antologi ini. Tetapi kemudian diubah menjadi Agama Flores, Politik Flores, untuk memberikan konteks yang lebih berdaya guna. Catatan sederhana ini, saya ambil dari pengantar dan sinopsis buku tersebut.
SELAMA bekeja sebagai wartawan sejak 1994 pada Mingguan Dian, yang berbasis di Ende, Flores,  sebuah daerah dengan jarak 1.650 kilometer arah timur Jakarta, agama dan politik telah menjadi perhatian utama saya. Tentu saja tidak berarti bidang-bidang lain dari segi kehidupan masyarakat Flores tidak saya perhatikan.

Saya ikut bergelut di lapangan meskipun sejak awal sebagian besar dari karier saya terpusat di ruang Redaksi. Sebab telah menjadi tuntutan konkret dalam konteks suratkabar lokal untuk berjibaku di segala lini dan di segala bidang. Suratkabar lokal menuntut kita untuk menjadi orang yang serbabisa. Saya menulis tajuk dan menulis opini di samping menulis feature dan berita.
Untuk memahami politik saya membaca sekian banyak buku dan artikel tentang politik sebab secara akademis latarbelakang pendidikan saya adalah filsafat dan agama yang diselesaikan di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere, Flores. Namun belajar filsafat dan agama memungkinkan saya memahami dengan lebih mudah hubungan antara agama dan politik. Fokus dari seluruh telaahan saya dalam buku Agama Flores Politik Flores, antologi agama dan politik ini tentu saja relasi antara agama dan politik di Flores, sebuah daerah mayoritas Katolik di Indonesia.
Buku antologi agama dan politik di Flores ini yang merupakan kumpulan opini-opini saya di Harian Umum Flores Pos dan makalah-makalah saya di berbagai kesempatan, boleh dikatakan sebagai ikhtisar reflektif dari pengalaman dan interaksi saya dengan berbagai pihak dan dengan berbagai macam peristiwa agama dan politik di Flores.
PENGALAMAN politik Orde Baru telah membekas dan mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tidak terkecuali di Flores. Dengan demikian politik Orde Baru yang monolitik telah membawa dampak serius bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Kerdilnya pertumbuhan kekuatan alternatif di dalam masyarakat adalah salah satu contoh dampak buruk dari sifat monolitik praktik politik Orde Baru. Agama yang seharusnya tumbuh menjadi kekuatan alternatif terhadap praktik politik dan pelaksanaan kekuasaan Orde Baru justru menjadi bagian dari kultur bisu mayoritas rakyat. Agama tidak menjadi sumber inspirasi politik dan praktik kekuasaan negara.
Ketika kekuasaan Orde Baru berarkhir dan kita memasuki satu periode baru yang disebut Reformasi, kita gamang di dalam praktik berdemokrasi. Demokrasi lebih bersifat prosedural, bukan substansial. Oleh karena itu pula politik tidak diabdikan bagi kepentingan umum, melainkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Buku ini membahas dinamika politik dan agama di sebuah daerah yang nun jauh dari Jakarta dalam masa Reformasi politik di Indonesia. Dengan demikian pula buku ini akan menjadi sebuah contoh tentang respon masyarakat lokal terhadap perubahan politik di Indonesia.
Buku ini tentu saja masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran pasti diterima dengan lapang hati. Karena kritik dan saran tersebut adalah awal dari sebuah diskursus baru tentang hubungan agama dan politik dengan Flores sebagai sebuah konteks.

Ende, 12 Mei 2014




1 komentar:

Anonim mengatakan...

Mantap Pak Frans