Oleh FRANS OBON
Kita senang bahwa pemerintah-pemerintah daerah kita di Flores dan Lembata juga ikut ambil bagian dalam kampanye anti korupsi yang menjadi salah satu tujuan dari reformasi politik di Indonesia. Meski banyak aktivis anti korupsi di daerah kita menganggap bahwa kampanye anti korupsi pemerintah hanyalah bagian dari pencitraan diri. Penilaian itu muncul karena masih ditemukan begitu banyak kasus korupsi di daerah kita baik yang sudah tuntas diselesaikan, yang sempat mampir di lembaga penegakan hukum maupun yang belum mampir di sana.
Pemerintah, dalam praktiknya selama ini, tidak seluruhnya membawa masalah penyelewengan uang negara itu ke meja hukum, tetapi diselesaikan di luar proses hukum dengan cara mengembalikannya secara perlahan-lahan kepada pemerintah. Pemerintah membentuk tim untuk mengurusi dana-dana yang bocor ini.
Namun tiap daerah berbeda bentuknya. Sekadar menyebut beberapa contoh. Beberapa waktu lalu, di Manggarai Barat pemerintah daerah mendorong setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mengelola dana-dana pemerintah dengan baik, efisien, dan efektif dan penilaian laporan keuangannya harus masuk kategori wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Di instansi lain, ada penandatanganan pakta integritas sebagai bagian dari kampanye anti korupsi. Pakta integritas ini menunjukkan bahwa birokrasi pemerintahan di lembaga terkait akan mengelola dana pemerintah dengan transparan, akuntabel, efisien dan efektif tanpa ada penyelewengan. Bukti dari itu adalah laporan keuangannya wajar tanpa pengecualian (WTP).
Di Flores Timur, pemerintah melakukan ikrar untuk menjalankan pemerintahan yang bersih. Motor dari pemerintahan bersih ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah. Di pintu masuk kantor, di atas meja kerja kepala dinas, dan staf ditulis kampanye anti korupsi. Semua itu menunjukkan bahwa pemerintah daerah juga punya kemauan untuk mencegah terjadinya korupsi dana pemerintah.
Di Sikka, Bupati menandatangani kerja sama dengan kejaksaan untuk memberantas korupsi dan menyelamatkan uang negara. Bupati Sikka Sosimus Mitang dalam sambutannya pada penandatanganan kerja sama itu mengatakan, Sikka harus bebas dari korupsi. Langkah konkret yang dilakukan adalah mengembalikan semua kerugian negara baik yang dilakukan SKPD, oknum PNS maupun oleh kontraktor/pengusaha (Flores Pos 11 April 2012).
Langkah ini tentu saja dilakukan karena dalam kurun waktu 1990-2011 di Kabupaten Sikka ada sekitar Rp32 miliar uang negara yang diduga bocor di 37 SKPD, 21 kecamatan, 143 desa dan 13 kelurahan plus pihak ketiga (pengusaha/kontraktor). Kerugian negara ini telah disampaikan ke majelis pertimbangan tim perbendahaan tuntutan ganti rugi, yang bertugas menyelesaikan masalah dugaan kebocoran dana pemerintah ini (Flores Pos 12 April 2012).
Bila penagihan oleh badan ini mentok, maka kasus dugaan korupsi itu akan dibawa ke pengadilan.
Kita sudah dengar banyak bahwa di internal pemerintahan ada gerakan-gerakan anti korupsi untuk mencegah kebocoran dana pemerintah. Meski demikian ada juga banyak celah yang menciptakan banyak modus yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan penyelewengan.
Semua sarana, badan, dan lembaga serta aksi yang dilakukan hanya bisa efektif mencegah korupsi di daerah kita kalau bupati dan wakil bupati melakukan kontrol yang ketat terhadap penggunaan dana-dana pembangunan kita. Kalau benar bahwa ikan busuk mulai dari kepala, maka fungsi kontrol pimpinan birokrasi di tiap level menjadi kunci utama bagi keberhasilan kampanye anti korupsi di tubuh pemerintah. Karena kalau pimpinan menjadi bagian dari sapu kotor korupsi, maka kampanye anti korupsi di tubuh pemerintah tidak akan efektif.
Bentara, 19 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar