18 November 2007

HIV/AIDS dan Buruh Migran

Oleh FRANS OBON

Christian Children Fund (CCF) Ende menggelar pelatihan HIV/AIDS untuk masyarakat dampingannya. Yang menarik bahwa 40 peserta itu berasal dari daerah pedesaan. Dari sasaran yang ingin dicapai oleh CCF, kita tahu bahwa mereka ingin pelayanan HIV/AIDS menjangkau masyarakat pedesaan yang potensial menjadi buruh migran.

Sebelumnya Paus Benediktus XVI pada Hari Pengungsi dan Migran Sedunia pada 14 Januari 2007 lalu mengajak pemerintah setiap negara untuk memberikan perlindungan terhadap para buruh migran dan pengungsi baik secara yuridis-administratif, maupun bantuan-bantuan lainnya.
Buruh migran, atau yang lazim kita sebut tenaga kerja Indonesia (TKI) baik yang berangkat secara legal maupun ilegal, sama-sama berpotensi terinfeksi virus HIV. Fenomena inilah yang kita rasakan sekarang ini. Artinya dari data penderita HIV/AIDS, hampir sebagian besar pernah menjadi buruh migran baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Yang mengkhawatirkan kita adalah pendeteksian dini sulit kita lakukan baik disebabkan oleh faktor budaya maupun karena ketidaktahuan. Ketika sampai pada tahap AIDS, barulah kita tahu bahwa seseorang telah terinfeksi HIV/AIDS. Hal ini tentu membawa dampak serius terutama bagi istri dan anak mereka yang akan lahir.
Dengan demikian persoalannya menjadi begitu kompleks. Yang membuat kita cemas adalah kaum perempuan dan anak-anak telah dan akan terus menjadi korban dan tak berdaya. Kaum perempuan memikul beban ganda. Beban pertama, perempuan yang ditinggalkan suaminya dipaksa menjadi orang tua tunggal (single parent), yang harus bekerja membanting tulang membesarkan anak-anak mereka. Situasi menjadi rumit karena sering pula suami tidak mengirim uang secukupnya kepada keluarga mereka atau penggunaan uang oleh istri mereka secara tidak terkendali.
Beban kedua adalah istri-istri buruh migran itu rentan terinfeksi HIV/AIDS. Buruh migran yang terinfeksi HIV/AIDS akan menularkannya kepada istri-istri mereka dan anak mereka yang akan dilahirkan.
Sebab itu masalah tenaga kerja kita sudah makin kompleks. Sudah hampir pasti, buruh-buruh migran dari desa-desa kita dengan tingkat pendidikan yang rata-rata tamat sekolah dasar tidak memiliki cukup pengetahuan mengenai HIV/AIDS. Ketidaktahuan ditambah dengan faktor budaya akan menjadi faktor pemicu makin meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS di wilayah kita. Sehingga kita pun tidak tahu lagi, apakah orang di samping kita sudah terinfeksi HIV atau tidak. Di sinilah pentingnya kita memfokuskan kampanye HIV/AIDS ke desa-desa kita, tempat pabrik buruh migran kita sekarang ini.
Flores os | Bentara | Buruh Migran
| 31 Januari 2007|


Tidak ada komentar: