Bupati Sikka Yoseph Ansar
Rera mendapat kesempatan kedua untuk memimpin Kabupaten Sikka, sebuah kabupaten
yang seringkali mencitrakan dirinya sebagai barometer demokrasi di Nusa
Tenggara Timur ( NTT) kendati klaim ini masih debatable (dapat diperdebatkan).
Namun sebagaimana kabupaten lainnya di NTT, fakta menunjukkan bahwa kemajuan
demokrasi itu tidak berjalan kompatibel dengan kemajuan ekonomi. Kabupaten
Sikka masih harus berjuang melawan kemiskinan ekonomi dan belakangan masih
harus berjuang pula mengurangi
kasus-kasus korupsi.
Bupati Yoseph Ansar Rera
pernah menjabat Wakil Bupati Sikka mendampingi Bupati Alex Longginus
(2004-2009). Kemudian keduanya berpisah. Lalu, pada Pemilukada 2013, keduanya
bertarung hingga putaran kedua. Bupati Ansar Rera bersama Wakil Bupati Paulus
Nong Susar memenangkan pertarungan ini dengan meraih 74.988 suara dari total
suara sah 145.414 dan Alex Longginus dan Fransiskus Diogo Idong meraih 67.839
suara atau selisih 7.149 suara.
Dalam dua bulan pertama
pada awal tahun 2014 ini, Bupati Ansar Rera melakukan dua hal penting terkait
reformasi birokrasi di Kabupaten Sikka. Pertama, menegakkan disiplin para
pegawai negeri sipil dengan memberi sanksi menahan gaji para pegawai dan kedua,
para pejabat eselon II menandatangani pakta integritas yang intinya adalah
proaktif mencegah dan memberantas korupsi serta tidak terlibat dalam perbuatan
tercela, mengelola keuangan dan barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
menegakkan disiplin PNS, melaksanakan sistem pengawasan internal pemerintah
pada setiap SKPD, tidak meminta atau
menerima pemberian secara
langsung dan tidak langsung berupa suap, hadiah atau bentuk lainnya yang
berhubungan dengan tugas, dan menghindari konflik kepentingan dan bersikap
transparan, jujur, objektif, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas.
Penandatanganan pakta
integritas seperti bukanlah spesifik Kabupaten Sikka. Di Kabupaten-kabupaten
lainnya di Tanah Air juga sudah dilakukan hal serupa. Tujuannya adalah agar birokrasi betul-betul
bekerja berdasarkan aturan yang telah ditetapkan undang-undang dan sasarannya adalah
seluruh energi birokrasi itu diabdikan untuk kepentingan dan kemajuan
masyarakat.
Namun ideal ini seringkali
gagal dicapai. Aparat birokrasi terutama esolon II jatuh pada godaan kekuasaan.
Itulah yang membuat ada pertarungan kepentingan di dalam birokrasi itu sendiri.
Kendati birokrasi itu tidak boleh berpolitik praktis, tetapi dalam
kenyataannya, para pejabat eselon II di lingkungan pemerintah, dalam banyak
hal, selalu memperhitungkan kepentingan
kekuasaan. Karena lima tahun berikutnya, mereka akan bertarung di dalam
perebutan kekuasaan melalui Pemilukada. Karena pertarungan kepentingan itulah,
birokrasi kita seringkali memilih kawan dan menyikut lawan. Hal ini pula
mempengaruhi Bupati dan Wakil Bupati dalam menempatkan siapa dan di mana.
Birokrasi adalah salah satu kaki yang bisa menopang kekuasaan.
Kita tidak ingin
menggeneralisasi bahwa Bupati Ansar Rera dan Wakil Bupati Paulus Nong Susar
akan jatuh ke dalam godaan yang sama dalam lima tahun kekuasaan mereka. Tetapi
kita ingin mengingatkan bahwa godaan itu selalu ada dan manusiawi bahwa kita sering cenderung memilih kawan dan
menyingkirkan lawan. Karena kita memiliki perhitungan-perhitungan tertentu. Di
situlah akar mengapa reformasi birokrasi itu cenderung gagal dan hanya menjadi
gerakan awal pada sebuah pemerintah.
Pakta integritas yang
ditandatangani eselon II itu luar biasa bagusnya. Sebab itulah akar masalah
mengapa ratusan miliar dana yang kita peroleh dari tahun ke tahun kurang
memberikan dampak signifikan pada kemajuan masyarakat terutama kemajuan
ekonomi. Bupati Ansar Rera, dengan kekuasaan yang lebih besar, mendapatkan
kesempatan kedua dan dia memulainya dengan benar. Tetapi apakah dia konsisten,
komit melakukannya, itulah pertanyaan kita dan jawabannya kita akan dapatkan
dalam lima tahun ke depan.
Bentara, 3 Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar