27 Agustus 2010

Orang-Orang Muda Ada dalam Hati Uskup

Salah satu masalah yang muncul dalam Musyawarah Pastoral (Muspas) VI Keuskupan Agung Ende tanggal 6-11 Juli 2010 adalah problem kaum muda. Pendampingan terhadap kaum muda masih dirasa kurang.



Oleh FRANS OBON

“Orang-orang muda ada dalam hati uskup. Saya merasakan denyut nadi orang-orang muda,” kata Uskup Agung Ende Mgr Vincentius Sensi Potokota pada Sabtu (10/7/2010) usai mendengar rangkuman akhir dari seluruh diskusi dan pembahasan selama Musyawarah Pastoral (Muspas) VI Keuskupan Agung Ende.

Muspas digelar lima tahun sekali dan merupakan pertemuan akbar yang dihadiri utusan dari komunitas-komunitas basis, komisi-komisi keuskupan, organisasi-organisasi gerejani, para pastor, dan biarawan dan biarwati, pemerintah dan anggota legislatif untuk merencanakan strategi pastoral keuskupan lima tahun ke depan.


Mulai dari presentasi hasil survei katekese, kehidupan komunitas umat basis dan self-assessment para fungisonari pastoral hingga diskusi-diskusi sesudahnya, masalah orang-orang muda Katolik mendapat perhatian peserta Muspas. Kelompok-kelompok kaum muda mengangkat masalah mereka di ruang diskusi Muspas.

“Secara pribadi saya punya kepedulian dan keprihatinan terhadap orang muda. Apalagi latarbelakang saya yang pernah bekerja untuk mendidik kaum muda di lembaga pendidikan, meski itu lembaga pendidikan calon imam,” kata Uskup Agung ini, yang Minggu 11 Juli lalu merayakan hari ulang tahun ke-59.

Uskup Agung ini mengatakan, Gereja punya alasan cukup kuat untuk menangkap, mendengar suara, kesan dan pesan yang diungkapkan kaum muda. Meski uskup mengakui bahwa reksa pastoral Gereja belum cukup tanggap terhadap harapan-harapan orang muda.

“Hal ini bukan saja terjadi pada forum-forum kaum muda, tapi ketika saya bertemu dengan orang muda Katolik, saya membaca dengan cukup jelas bahwa betapa besar harapan kaum muda terhadap Gereja. Karena mereka tidak punya siapa-siapa lagi untuk memperhatikan mereka,” katanya.

Namun Uskup mengatakan, “Sayangnya Gereja memiliki keterbatasan untuk menanggapi rintihan kaum muda”.

Menurut Uskup, Gereja belum memiliki cukup metode dan cukup mampu mendesain program yang bisa menjawabi atau menanggapi masalah orang-orang muda. “Desain metode dan program yang sesuai dengan kebutuhan”.

Keterbatasan juga ada pada ketersediaan tenaga. Uskup mengatakan, Keuskupan belum punya tenaga yang secara khusus menangani bidang kaum muda yakni tenaga full timer (tenaga tetap). Para moderator dan ketua-ketua komisi kepemudaan adalah tenaga-tenaga part timer (tenaga paro waktu).

“Saya selalu katakan kepada mereka pada suatu saat kami akan temukan cara yang terbaik untuk membantu, mendampingi dan menanggapi harapan-harapan kaum muda,” kata Uskup. “Orang-orang muda tetap ada dalam hati uskup,” tegasnya sekali lagi.

“Saya selalu katakan kepada mereka pada suatu saat kami akan temukan cara yang terbaik untuk membantu, mendampingi dan menanggapi harapan-harapan kaum muda”
Dari survei katekese umat dan komunitas umat basis, terlihat dengan jelas bahwa keterlibatan kaum muda di dalam kehidupan komunitas umat basis masih belum maksimal. Padahal “ kaum muda adalah masa depan gereja”.
Dalam pernyataan keprihatinan pastoral Muspas VI Keuskupan Agung Ende yang dibacakan Romo Yet Koten Pr di Paroki Mautapaga pada misa penutupan disebutkan bahwa Gereja di masa depan ada pada tangan kaum muda.

“Namun kami menyadari pula perhatian Gereja terhadap kelompok strategis ini yang terjebak dalam situasi yang menyebabkan krisis nilai dan orientasi hidup, bermental instan, konsumtif, dan bersemangat materialistis, masih perlu ditingkatkan,” bunyi keprihatinan pastoral Muspas.

“Kami melihat pula rendahnya pendidikan nilai dan budi pekerti menjadi pemicu kasus-kasus pornografi dan budaya kekerasan, adanya pengaruh lingkungan yang menyebabkan anak-anak kurang betah tinggal di rumah, kaum muda kawin pintas, dan keluarga muda pisah ranjang, belum mandiri dan kerapkali belum harmonis”.

Untuk mengatasi masalah yang dihadapi kelompok muda ini, Muspas sepakat untuk menghidupkan pendidikan nilai dan budi pekerti dalam keluarga dan sekolah, mendampingi keluarga dan kelompok kategorial, menyelenggarakan kaderisasi basis, latihan kepemimpinan tingkat dasar dan tingkat pratama, menghidupkan pastoral anak-anak dan remaja, pastoral pelajar dan mahasiswa, dan menghidupkan kembali pastoral asrama.

Untuk membantu keluarga-keluarga muda, Muspas memandang perlu meningkatkan peran bapa-mama saksi pernikahan, meningkatkan pendampingan pasca nikah dan memberdayakan seksi pastoral keluarga serta memfasilitasi pendampingan iman yang berkelanjutan.
Perhatian terhadap kaum muda ini akan bergerak di bawah arah dasar pastoral Keuskupan Agung Ende lima tahun ke depan: “Pastoral Pembebasan dan Pemberdayaan Komunitas Umat Basis yang Transformatif dan Misioner”.

Visi Dasar Gereja Keuskupan Agung Ende adalah “Gereja Keuskupan Agung Ende sebagai persekutuan komunitas-komunitas basis yang injili, mandiri, solider dan misioner”.
Di dalam kerangka arah dasar dan visi pastoral demikianlah, akan disusun program-program pastoral yang akan menjawabi masalah dan aspirasi kaum muda.


Flores Pos, edisi 13 Juli 2010


1 komentar:

nc mengatakan...

Pak Frans... ada ribuan orang muda KAE di Jawa dan banyak di antara mereka tidak didampingi..mereka akan pulang dan menjadi awam dan sekaligus fondasi Gereja di Flores. Gereja Flores bertahan dan berkembang karena awam terutam guru yang dididik secara benar oleh misionaris. Saya bertemu banyak di antara mereka di Yogya. Anak-anak Muda yang kuliah tapi tanpa visi selain menjadi kaya. Mereka akan pulang dan apa yang terjadi dengan Flore 1o tahun mendatang, ketika mereka jadi pejabat. Saya mau follow blog kraeng ko tidak bisa.