Oleh FRANS OBON
Sejak Konsili Vatikan II, kata-kata menangkap tanda-tanda zaman seringkali digunakan untuk mengungkapkan keterbukaan Gereja Katolik terhadap perkembangan dan kemajuan zaman. Konsili Vatikan II pada hakikatnya adalah pembaruan yang terus menerus dari Gereja agar warta keselamatannya bisa ditangkap oleh manusia, pria dan wanita, pada zaman ini. Gereja yang selalu membarui diri (ecclesia semper reformanda) adalah Gereja yang berusaha mencari cara-cara dan sarana-sarana yang cocok untuk mewartakan keselamatan kepada manusia zama ini.
Sejak Konsili Vatikan II, kata-kata menangkap tanda-tanda zaman seringkali digunakan untuk mengungkapkan keterbukaan Gereja Katolik terhadap perkembangan dan kemajuan zaman. Konsili Vatikan II pada hakikatnya adalah pembaruan yang terus menerus dari Gereja agar warta keselamatannya bisa ditangkap oleh manusia, pria dan wanita, pada zaman ini. Gereja yang selalu membarui diri (ecclesia semper reformanda) adalah Gereja yang berusaha mencari cara-cara dan sarana-sarana yang cocok untuk mewartakan keselamatan kepada manusia zama ini.
Sinode III Keuskupan
Ruteng yang tengah berlangsung sepekan ini di Ruteng dan dihadiri utusan-utusan
dari paroki-paroki di seluruh Manggarai raya adalah untuk membahas reksa
pastoral yang tepat dan cocok bagi umat Katolik Manggarai saat ini. Sasaran dan
tujuannya adalah agar orang-orang Katolik Manggarai memiliki kualitas iman yang
kokoh, kuat dan berdimensi sosial. Sinode itu sendiri bermaksud agar reksa
pastoral yang dihasilkan oleh Gereja Katolik Manggarai sungguh-sungguh
menangkap keluh kesah umat Katolik, memberikan harapan akan masa depan yang
baik dan mengantar orang kepada keselamatan utuh menyeluruh.
Kotbah Vikjen Keuskupan
Ruteng Romo Alfons Segar dalam ekaristi pembukaan Sinode hendaknya menantang
para peserta Sinode III agar umat Katolik Manggarai keluar dari “menara kemapanan” mereka dan terjun dengan
aktif dalam pergulatan kehidupan masyarakat Manggarai raya. Umat Katolik sebagai
mayoritas di Manggarai harus sungguh-sungguh berada di garda paling depan untuk
melakukan pembaruan kehidupan publik di wilayah ujung barat Flores ini.
Seperti perintah Yesus Sang Guru agar para
murid “bertolak lebih dalam”, demikian pulalah umat Katolik Manggarai untuk
“bertolak lebih dalam” ke dalam pergulatan masyarakat. Dengan demikian Gereja
Katolik Manggarai harus menemukan cara-cara dan sarana-sarana yang tepat agar
keterlibatan mereka dalam percaturan kehidupan sosial di Manggarai raya bermutu
dan menjawabi masalah yang dihadapi.
Gereja sebagai tanda
keselamatan pada hakikatnya adalah bersifat rohani yang bertugas membawa sekian
banyak orang pada iman yang benar kepada Allah. Tetapi Gereja Katolik sebagai
institusi yang bertugas membawa umat manusia menuju persatuan dengan Allah
mesti pula menggunakan cara-cara baru hasil temuan akal budi manusia. Hal ini
mengharuskan Gereja Katolik Manggarai menggunakan metode-metode baru dalam merancang
reksa pastoral Gereja. Dalam konteks itulah kita mendukung survei yang
dilakukan untuk melihat dan menilai efektivitas pewartaan iman selama 5 tahun
terakhir di Keuskupan Ruteng.
Tantangan Gereja Katolik
Manggarai bersama kawanan umatnya makin kompleks setiap hari. Oleh karena itu Gereja Katolik Manggarai tidak
bisa menghindarkan dirinya dari persoalan-persoalan yang datang silih berganti
itu. Tetapi tidak bisa juga tantangan itu dijawab dengan cara-cara yang
dilakukan 100 tahun lalu ketika agama Katolik datang pertama kali di Manggarai.
Dengan demikian, harapan kita adalah Sinode III Keuskupan Ruteng
sungguh-sungguh menghasilkan reksa pastoral yang menjawabi masalah di
Manggarai. Agar umat Katolik Manggarai tidak hanya serani sai kontas bokak, tetapi iman mereka tumbuh dengan kokoh (wake celer ngger wa, saung bembang ngger eta)
sehingga wela bombang lau mai, buru warat
sale mai tidak akan mampu mengguncangkan akar iman yang telah mereka terima
secara turun temurun. Evaluasi yang jujur akan dapat membantu menghasilkan
reksa pastoral yang tepat sasar.
Bentara, 17 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar