DPRD Manggarai Timur mengeluh bahwa lebih dari 100 proyek fisik di kabupaten baru tersebut mendapat catatan merah dari Dewan. Pengawasan pemerintah dinilai lemah.
Oleh FRANS OBON
Lebih dari 100 proyek fisik tahun 2010 dari pemerintah Manggarai Timur mendapat catatan merah dari kalangan DPRD. Proyek dengan catatan merah ini hampir ditemukan pada setiap Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD).
Menurut Leo Santosa, Wakil Ketua DPRD Manggarai Timur, salah satu poin dari rapor merah itu adalah mutu proyek yang rendah. Salah satu penyebab adalah lemahnya pengawasan di lapangan dan lemahnya pengawasan dari dinas bersangkutan (Flores Pos, edisi 10 Juni 2011).
“Di berbagai pertemuan dengan eksekutif, kami selalu menekankan aspek pengawasan,” kata Leo Santosa.
Willy Nurdin, Wakil Ketua DPRD Manggarai Timur juga sependapat bahwa pengawasan sama sekali tidak berjalan. “Rangking tertinggi catatan kami selama ini adalah rendahnya pengawasan terhadap pelaksanaan proyek fisik,” kata Willy Nurdin.
Masalah pengawasan tentu saja hanya salah satu dari gurita pelaksanaan proyek pemerintah daerah. Dewan memberi rangking tertinggi soal pengawasan.
Lalu, kita bertanya mengapa pengawasan itu tidak berjalan. Apakah pemilik proyek dan pengelola anggaran tidak menjalankan fungsinya, padahal mereka sudah dilengkapi dengan anggaran untuk melakukan pengawasan melalui mekanisme perjalanan dinas, ataukah ada sebab lain yakni karena tahu sama tahu dalam pengelolaan proyek pemerintah?
Kita sudah sering mendengar keluhan, keprihatinan, bahkan dengan rasa amarah dan geram menyaksikan ketidakberesan dalam pengelolaan proyek pemerintah. Sudah pula kita sering mendengar bahwa proyek fisiknya belum selesai seratus persen, tapi dananya sudah dicairkan.
Proyek fisik pemerintah adalah sebuah gurita kepentingan di lingkaran pengelola dan pengguna anggaran dan kontraktor selaku pelaksana pengerjaan proyek. Antara mereka terjadi tali temali kepentingan yang saling tumpang tindih. Lemahnya pengawasan proyek bukan karena mereka malas, bukan karena pengguna anggaran tidak punya dana, tapi penyebab utamanya adalah mereka telah menjadi bagian dari gurita pengerjaan proyek. Mereka punya kepentingan. Dengan kata lain, pengguna anggaran tidak bisa bertindak tegas karena memang dia telah menjadi bagian dari masalah.
Kalau pengawasan langsung oleh pengguna anggaran tidak berjalan, maka rakyat sebetulnya sangat berharap pada peran DPRD. Dengan kewenangan yang besar di tangan DPRD, maka DPRD sudah seharusnya merekomendasikan kepada pemerintah agar kontraktor-kontraktor yang tidak becus dalam pengerjaan proyek diberi sanksi oleh pemerintah.
Namun karena DPRD juga sering menjadi bagian dari gurita masalah proyek tersebut, maka suara Dewan sering menjadi angin lalu. Karena itu pula catatan DPRD seringkali pula hanya disimpan dalam sebuah bundelan yang penuh debu dalam lemari di sebuah sudut ruangan.
Semula kita berharap bahwa daerah baru seperti Manggarai Timur akan memiliki cara-cara baru dalam pengelolaan pembangunan, pola pemerintahan, dan pelayanan kepada masyarakat. Tapi seperti daerah mekaran baru lainnya, ternyata kita tidak pernah beranjak dari cara lama. Daerah-daerah mekaran baru hampir mengalami masalah serupa. Salah satunya adalah pengerjaan proyek yang tidak becus itu. Daerah baru digunakan untuk meraup uang dari pusat dengan proyek-proyek baru, tapi banyak pula proyek dikerjakan tidak berkualitas, mubasir, dan tidak memberikan manfaat kepada rakyat.
Gurita kepentingan di dalam proyek pemerintah memang tinggi. Mulai dari pucuk pimpinan hingga ke lapisan paling bawah. Semua orang baik di legislatif maupun di eksekutif sama-sama mau mengambil keuntungan dari proyek. Sebab keuntungan hanya bisa didapat dari sana. Karena itu tahu sama tahu.
Bentara, edisi 11 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar